Langsung ke konten utama

Postingan

  Memaknai Kesabaran (Atiyah Nasywa Harun) Kadang capek juga ya, setiap kali curhat malah dibalas dengan satu kata keramat "Sabar." Sudah seperti tombol cepat yang orang tekan kalau bingung mau jawab apa. Padahal, yang lagi kita rasakan bukan sekadar "butuh disuruh sabar." Kita butuh didengarkan. Kita butuh divalidasi. Kita butuh diakui bahwa rasa sakit, kecewa, dan marah itu manusiawi. Karena jujur saja, ada momen di mana "sabar" justru terasa seperti disuruh diam. Seperti semua emosi kita itu tidak penting.  Seperti capek yang kita rasakan cuma drama.  Padahal Allah sendiri menciptakan marah sebagai bagian dari fitrah manusia. "Jadi tidak apalah kita tunjukkan amarah sebagai respon ketidaksukaan atau ketidak nyamanan?" Begitukan, kata kita? Tentu kita punya hak untuk marah. Hak untuk mengeluh.  Hak untuk mengaku kalau kita lagi tidak baik-baik saja. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam saja tidak bisa menonaktifkan sifat marahnya. Tapi t...
Postingan terbaru
Rumah Kedua                                                     (Selviana Elvira Sari Ramadhani) Hidup kita di dunia bukan hanya butuh kenyamanan, sehingga kita lupa akan kesulitan. Karena sejatinya hidup itu butuh cobaan — untuk bisa menjadi orang yang bijaksana. Tempat kembali pulang bukanlah sekadar tempat di mana kita disambut hangat oleh keluarga, berkumpul bersama orang yang kita cintai dan sayangi. Bukan juga tempat istirahat yang dihiasi kasur empuk dengan nuansa indah dan nyaman. Namun ada tempat kembali yang kita butuhkan — agar kita juga bisa belajar tumbuh menjadi lebih bijaksana. Kita semua butuh rumah. Tempat di mana keluarga menyambut kita dengan hangat.Tempat di mana segala lelah serasa hilang hanya dengan melihat orang-orang yang kita cinta. Tempat penuh kenyamanan yang tidak pernah tergantikan oleh apa pun. Tapi dalam hidup, kita tidak hanya...
  Untukmu yang Sedang Bertumbuh (Tiara) Ada fase dalam hidup ketika kita merasa terus berlari. Jadwal kuliah menumpuk, amanah organisasi menunggu, hafalan mengejar target, dan di sela-selanya kita mencoba menjadi versi diri yang lebih baik. Rasanya seakan dunia menuntut kita untuk selalu bergerak, tidak boleh berhenti, tidak boleh lemah, dan tidak boleh kalah. Sering kali, kita menyamakan self improvement dengan produktivitas. Seakan hanya ketika kita sibuk, kita dianggap hebat. Seakan hanya ketika kita punya banyak kegiatan, kita layak dipandang. Dan dari situ muncullah kegelisahan: Kalau kita berhenti sebentar, kita akan tertinggal. Namun, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri: "Aku ingin membaik, atau hanya ingin terlihat membaik?" Menjadi mahasiswi bukan hanya tentang mengerjakan tugas atau memenuhi ekspektasi. Ini adalah fase ketika kita mulai mengambil keputusan sendiri, ketika kita belajar mengenal diri dan memahami ke mana kita ingin melangkah. Perlu kita ingat, ...
  Selamat Datang di Dunia Tipu-Tipu (Aini Aisyah Asbar) Pernah nggak sih kita merasa hidup ini baik-baik saja, tapi hati nggak ikut bahagia? Seolah semua berjalan seperti biasa tapi ada sesuatu yang kosong di dalam dada.  Dunia terus berputar dengan segala hiruk-pikuknya. Setiap hari mata kita disuguhi kebahagiaan orang lain—entah itu pencapaian, pekerjaan, atau tentang siapa yang lebih dulu berhasil. Kata-kata bijak yang tampak sempurna. Dan entah kenapa, di sela-sela itu... hati kita justru terasa hampa. Kita mulai membandingkan, mulai merasa tertinggal, overthinking dengan diri sendiri sampai kita mulai bertanya dalam diam: "Apa aku cukup baik?" "Kenapa aku belum seperti mereka?" "Kenapa aku nggak ikut kayak dia juga?" "Gimana kalau aku gagal?" Terkadang kita lupa betapa Allah sudah menyiapkan banyak hal indah di sekitar kita. Kita sibuk membandingkan langkah dengan orang lain, sibuk mencari arti hidup yang sempurna... padahal yang kita jalani...
Perisai Hati yang Terabaikan (Zahra Zahirah) “Ya Rabb, jadikan aku hamba yang zuhud terhadap dunia, dan lindungi hamba dari segala bentuk penyakit hati...” Untaian kalimat ini menjadi salah satu permohonanku yang tak pernah lekang.  Berangkat dari kerisauan hati melihat gerak kehidupan yang semakin tak beraturan, hasutan agen kejahatan yang tak pernah diam ketika melihat anak Adam tenang dalam balutan keimanan. Saat ini kita tengah menapaki waktu di mana penyakit hati seperti syahwat dan syubhat tersiar luas, misi para rezim purba yang menjebak kepada pusaran kehinaan yang terus dijalankan dengan konsisten. Bait munajat yang tercipta dari kerisauan bukanlah hal yang menjadi komponen utama dalam penjagaan hati dari yang menjangkitinya. Tiada berarti jika usaha menjaga hati hanya dengan memohon tanpa bertindak. Bukankah dalam firman-Nya اِنَّ اللّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ  “...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehin...
Teruntuk: Yang Sedang Lupa Dengan Tujuan Hidupnya (Izzatuzzahra We Tanawali)   Kita harus jelas sama tujuan hidup sendiri, jangan cuma ngikut arus atau "ya udah jalanin aja". Tentuin garis besar mau ke mana, biar langkah kita juga jelas arahnya.  Kalau udah tahu tujuannya, pasti bisa nyampe kok. Kuncinya bukan di orang lain, tapi di kemauan dan usaha diri sendiri. Manusia emang lahir tanpa apa-apa, tapi selama hidup pasti naik turun—kadang di atas, kadang di bawah. Ada yang terkenal, ada juga yang nggak dikenal. Tapi semua orang punya takdir dan jalan hidup masing-masing sesuai kemampuan dan perjuangannya. Nggak ada orang sukses yang tiba-tiba "langsung jadi". Semua ada prosesnya. Setiap orang punya tujuan hidup. Dan selama kita masih hidup, tujuan itu selalu nemenin kita kayak bayangan. Dan bersyukurlah, karena Tuhan udah ngasih kita rasa ikhlas buat nerima dan jalanin peran kita masing-masing. Bayangin ada seorang supir yang nyetir mobilnya lewat jalan p...
Menggapai Cinta Ilahi (Selfiana Elvira Sari Ramadhani) Banyak orang mengira, cinta itu selalu tentang bahagia dan tawa, memberikan keindahan serta kenyamanan... Namun tanpa kita sadari, ternyata itu bukanlah bentuk cinta yang sesungguhnya. Karena cinta tidak selamanya ditunjukkan dengan cara memanjakan, tetapi dengan cara menumbuhkan. Dan sering kali, yang membuat kita menangis, jatuh, bahkan merasa sendirian... disaat itulah ada pelukan yang siap mendekap. Maka dibutuhkan sesuatu dalam diri kita yang hanya bisa tumbuh lewat rasa sakit. Ia menggores untuk menyembuhkan. Ia mengambil untuk menggantikan. Ia menguji untuk menguatkan. Mungkin cinta-Nya tak seindah kisah manusia, tapi di dalamnya ada keindahan yang tidak akan pudar oleh waktu. Cinta manusia bisa berubah, namun cinta Allah tidak. Ia tetap mencintai meski kita sering lupa kepada-Nya. Mencintai dengan cara yang tidak selalu kita mengerti, tapi selalu kita butuhkan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَه...