Langsung ke konten utama

Rumah Kedua

                                                    (Selviana Elvira Sari Ramadhani)


Hidup kita di dunia bukan hanya butuh kenyamanan, sehingga kita lupa akan kesulitan. Karena sejatinya hidup itu butuh cobaanuntuk bisa menjadi orang yang bijaksana.

Tempat kembali pulang bukanlah sekadar tempat di mana kita disambut hangat oleh keluarga, berkumpul bersama orang yang kita cintai dan sayangi. Bukan juga tempat istirahat yang dihiasi kasur empuk dengan nuansa indah dan nyaman. Namun ada tempat kembali yang kita butuhkanagar kita juga bisa belajar tumbuh menjadi lebih bijaksana.

Kita semua butuh rumah.

Tempat di mana keluarga menyambut kita dengan hangat.Tempat di mana segala lelah serasa hilang hanya dengan melihat orang-orang yang kita cinta. Tempat penuh kenyamanan yang tidak pernah tergantikan oleh apa pun.

Tapi dalam hidup, kita tidak hanya butuh kenyamanan. Kita juga butuh tempat yang membentuk kita, menguatkan kita, dan mengajarkan kita arti kedewasaan. Itulah mengapa kita juga butuh tempat itu

Yakni kehidupan berasrama.

Tempat dimana tidak semua orang sanggup bisa menikmati tempat itu.

Asrama bukan sekadar tempat singgah, bukan tempat pulang setelah sekolah, dan bukan tempat yang kita datangi hanya untuk tidur.

Asrama adalah ruang di mana kita ditempa agar lebih mandiri. Tempat di mana kita belajar hidup tanpa harus selalu bergantung. Tempat di mana mental kita dikuatkan, dan hati kita ditempa untuk lebih ikhlas.

Ya, kita  memang butuh rumah... tapi kita juga butuh asrama.

Karena di rumah, kita belajar dicintai. Namun di asrama, kita belajar mencintai kehidupan yang penuh tanggung jawab.

Di rumah, kita merasa aman. Namun di asrama, kita belajar menjadi kuatmeski jauh dari kenyamanan.

Di rumah, kita disediakan segalanya. Namun di asrama, kita belajar mengusahakan segalanya sendiri.

Asrama ini mungkin bukan tempat pertama yang bisa diterima oleh semua orangyang bahkan tidak semua diantara kitaingin untuk tinggal di dalamnya. Tapi ia menjadi tempat yang akhirnya mengubah banyak hal dalam hidup kita.

Di sinilah kita banyak belajar... bahwa rumah bukan hanya soal bangunan, bukan sekadar memiliki fasilitas lengkap, dan bukan pula yang paling indah suasananya. Tapi ianya tentang hati yang merasa diterima.

Asrama adalah rumah kedua bagi kita yang sadar dengan diri kita sendiri. Tempat kita belajar hidup sederhana tetapi penuh arti, tempat di mana kita menemukan keluarga baru yang Allah pilihkan untuk kita,

Dan ketika banyak orang hidup tanpa aturan, kita justru Allah tempatkan dalam setiap jadwalyang mana Ia ngin kita untuk menjalaninya. Dari bangun Subuh, hingga malam kembali tenang.

Tidak banyak yang menyadari, bahwa tinggal di asrama adalah bentuk keberanian dan keteguhan hati. 

Kita berani meninggalkan zona nyaman, berani menerima aturan yang kadang menyesakkan, dan berani menghadapi hari-hari yang tidak selalu mudah... semua karena hubungan hati kita yang terikat oleh doa, sabar, dan perjuangan yang sama.

Setiap kali bangun di Subuh yang dingin, Allah mengajarkan semangatbahwa Allah masih memberikan kita kesempatan untuk menikmati hari-harinya,

Di setiap malam yang sunyi, Allah mengajarkan ketenanganbahwa waktunya kita untuk beristirahat sejenak.

Di setiap lelah yang hampir membuat kita menyerah... Allah selalu mengajarkan bahwa bersama-Nya, kita pasti akan selalu kuat.

Asrama ini tidak selalu penuh tawa.

Kadang ada air mata yang jatuh diam-diam, kadang ada rindu yang tak bisa diceritakan, kadang ada masalah kecil yang terasa besar.

Tapi justru dari situlah kita belajar arti kedewasaanbelajar memaafkan, belajar memahami. Belajar bahwa hidup tidak selalu mudah... tapi selalu bisa diperjuangkan.

Di tempat inilah kita mesti belajar bersyukur atas hal-hal kecil yang kita lalui setiap hari,

Makan bersama, tertawa sampai larut, berbagi cerita sebelum tidur... bahkan sekadar saling mengingatkan untuk shalat dan mengaji.

Hal-hal sederhana yang justru terkadang membuat hati kita menghangat tanpa kita sadari.

Dan aku percaya, Allah tidak akan menempatkan kita hidup di lingkungan asrama tanpa tujuan.

Ada hikmah yang sedang Ia rangkai. Ada pelajaran yang sedang Ia titipkan. Ada kedewasaan yang sedang Ia tumbuhkan perlahan-lahan.

Asrama ini juga mengajari kita: bahwa jauh dari rumah, bukan berarti hilang arah.

Karena justru di sinilah aku menemukan jalan pulang yang lebih indahyaitu pulang kepada diri sendiri... dan pulang kepada Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...
  Penjara Bagi Orang-orang Beriman (Andi Meranti) Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘Dunia adalah Penjara Bagi Orang-Orang Beriman’? Pada awalnya aku menganggap bahwa itu hanyalah istilah yang dibuat oleh mereka-mereka yang taat beragama. Namun setelah merasakannya sendiri, barulah aku menyadari bahwa istilah itu memang benar adanya. Islam dikenal dengan banyaknya aturan, perintah-perintah yang harus dilaksanakan, serta larangan-larangan yang wajib ditinggalkan. Aku yakin sejak kecil kita semua pasti sudah pernah diajarkan dasar-dasar agama—entah itu dari orang tua, guru-guru di sekolah, atau para ustaz dan ustazah di tempat mengaji. “Kita harus rajin salat supaya masuk surga.” “Kalau tidak pakai jilbab berdosa loh… nanti masuk Neraka.” Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang menjadi ‘senjata’ andalan para orang tua, dan ajaibnya ampuh membuat kita patuh pada perintah mereka kala itu. Namun seiring bertambahnya usia dan berk...