Langsung ke konten utama

 Penjara Bagi Orang-orang Beriman

(Andi Meranti)

Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘Dunia adalah Penjara Bagi Orang-Orang Beriman’? Pada awalnya aku menganggap bahwa itu hanyalah istilah yang dibuat oleh mereka-mereka yang taat beragama. Namun setelah merasakannya sendiri, barulah aku menyadari bahwa istilah itu memang benar adanya.

Islam dikenal dengan banyaknya aturan, perintah-perintah yang harus dilaksanakan, serta larangan-larangan yang wajib ditinggalkan. Aku yakin sejak kecil kita semua pasti sudah pernah diajarkan dasar-dasar agama—entah itu dari orang tua, guru-guru di sekolah, atau para ustaz dan ustazah di tempat mengaji.

“Kita harus rajin salat supaya masuk surga.”

“Kalau tidak pakai jilbab berdosa loh… nanti masuk Neraka.”

Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang menjadi ‘senjata’ andalan para orang tua, dan ajaibnya ampuh membuat kita patuh pada perintah mereka kala itu.

Namun seiring bertambahnya usia dan berkembangnya zaman, perlahan orang-orang mulai menganggap remeh semua ajaran itu. Entah sejak kapan, kewajiban melaksanakan salat lima waktu dan memakai jilbab bagi Muslimah, mulai dianggap ribet oleh mereka. Padahal apa yang dikatakan orang tua kita dulu itu benar, bukan hanya sekadar menakut-nakuti belaka. Siapa yang menjaga salatnya maka In syaa Allah ia akan terjaga dari api neraka. Sementara bagi Muslimah, jika ia mengenakan mahkota kebanggaannya (jilbab), In syaa Allah itu akan menjadi tiketnya menuju Surga.

والله أعلم بالصواب...

Walau begitu tetap saja, ini tidak semudah dan sesederhana kedengarannya. Karena nyatanya, orang yang salat pun bisa saja terjerumus ke dalam neraka. Begitu pula dengan mereka—para Muslimah yang sudah mengenakan jilbab.

Belum tentu salat yang mereka kerjakan diterima atau tidak. Ketika salat tetapi aurat tidak sengaja terlihat, tidak sah. Ketika salat tetapi tidak menyadari ada najis di sekitar pakaian atau tempat salat, tidak sah. Ketika salat tetapi meninggalkan salah satu rukunnya—seperti tuma’ninah, tidak sah juga. Terdengar merepotkan, bukan?

Apalagi perkara hijab bagi Muslimah. Mereka yang sudah berjilbab tetapi masih terlihat rambutnya, belum benar. Mereka yang sudah berjilbab tetapi jilbabnya tidak terjulur ke bawah hingga menutup dada, belum benar. Mereka yang sudah berjilbab tetapi seperti ‘punuk unta’ (terlihat menonjol di bagian belakang kepalanya), belum benar. Mereka yang sudah berjilbab dengan baik, tetapi memakai celana atau tak menggunakan kaos kaki, masih belum benar. Mereka yang sudah berjilbab dengan baik, tetapi berpakaian seperti telanjang—artinya memakai pakaian yang transparan atau pakaian yang terlalu ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuh—, masih belum benar juga.

Mereka yang sudah berhijab dengan benar, tetapi masih suka meng-upload foto mereka di media sosial dan juga hobi berjoget-joget. Yang berjalan berlenggak-lenggok, yang tidak bisa menjaga jaraknya dari para lelaki ajnabi, juga yang masih chat-an dengan lawan jenis. Semuanya masih belum benar.

World the real veil to us. Right, girls?

Tapi dibalik semua kesalahan itu, pasti ada hikmahnya. Tidaklah semua aturan dibuat kecuali bertujuan demi kebaikan kita. Kita kaum Hawa adalah makhluk yang berharga, dan begitulah cara Islam memuliakan kita. Aku, kamu, kita semua sepatutnya bangga karena terlahir sebagai seorang Muslimah. Tidak perlu iri dengan orang-orang luar yang bebas berpakaian terbuka, dan jangan pula meniru-niru kebiasaan buruk mereka. Tetapi perhatikanlah caramu berpakaian, dan jagalah martabatmu sebagai seorang Muslimah yang baik :).

Adapun untuk perkara salat dan ibadah-ibadah lain yang masih terasa berat dan merepotkan untuk dikerjakan bagi sebagian orang, bukankah sebuah pepatah telah mengatakan... “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”?

Sekali lagi kuingatkan bahwa dunia adalah penjara bagi kita. Mungkin memang terasa sangat berat dan amat melelahkan ketika menjalankannya, tapi ingatlah bahwa Allah telah menyiapkan tempat terindah untuk kita yang telah sabar dan bersusah-susah di dunia. Bukankah masuk ke surga-Nya adalah Happy Ending yang kita semua inginkan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
 Manusia Hebat  For You ..... Teruntuk jiwa yang selalu kuat di tiap keadaan. Hi? Sudah bersyukur belum kamu untuk kemarin dan hari ini? Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu bahkan sedang terluka? Sedang sedih? Bahkan lupa bersyukur? Dan sayang sama diri sendiri? Aku cuman mau bilang gini, semua ada takarannya masing-masing loh, kamu nggak mungkin bahagia selalu, dan juga tidak mungkin akan sedih terus. Anggap saja semua masalah itu bagian dari jalan kehidupan yang akan membuat kamu jadi dewasa. Kalau manusia yang lain tidak pernah bisa bikin kamu bahagia, jangan lupa kamu punya penciptamu ada Allah yang selalu bersamamu dan ada dirimu sendiri. Allah tidak akan pernah buat kamu kecewa, olehnya jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, ya. Senyum yah, senyum yang lebar. Kalaupun kamu merasa capek wajar kok, tidak masalah, itu suatu hal yang wajar dialami oleh semua manusia. Katakan pada dirimu kamu itu sempurna, ciptakan bahagiamu jangan tunggu dan berharap dari orang lai...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...