Langsung ke konten utama

 Selamat Datang di Dunia Tipu-Tipu

(Aini Aisyah Asbar)


Pernah nggak sih kita merasa hidup ini baik-baik saja, tapi hati nggak ikut bahagia? Seolah semua berjalan seperti biasa tapi ada sesuatu yang kosong di dalam dada. 

Dunia terus berputar dengan segala hiruk-pikuknya. Setiap hari mata kita disuguhi kebahagiaan orang lain—entah itu pencapaian, pekerjaan, atau tentang siapa yang lebih dulu berhasil. Kata-kata bijak yang tampak sempurna. Dan entah kenapa, di sela-sela itu... hati kita justru terasa hampa.

Kita mulai membandingkan, mulai merasa tertinggal, overthinking dengan diri sendiri sampai kita mulai bertanya dalam diam:

"Apa aku cukup baik?"

"Kenapa aku belum seperti mereka?"

"Kenapa aku nggak ikut kayak dia juga?"

"Gimana kalau aku gagal?"

Terkadang kita lupa betapa Allah sudah menyiapkan banyak hal indah di sekitar kita. Kita sibuk membandingkan langkah dengan orang lain, sibuk mencari arti hidup yang sempurna... padahal yang kita jalani ini pun sudah bagian dari kasih-Nya dan usaha kita.

Jalan setiap orang itu berbeda, prosesnya juga berbeda. Kita semua tetap istimewa walaupun kita berbeda. Layaknya bunga-bunga di dunia ini; nggak semua orang suka mawar—ada yang suka melati, ada juga yang suka tulip. Walaupun mereka berbeda, sama sekali tidak mengurangi keindahan mereka masing-masing. Semuanya istimewa dengan ciri khasnya tersendiri, begitupun kita. 

Aku ingat sebuah kalimat yang pernah kubaca:

“Kadang, kita tidak bisa melihat keberuntungan yang kita punya, tapi orang lain bisa melihat itu. Kadang, kita tidak menyadari betapa indahnya kita, tapi orang lain bisa melihat itu. Mudah bagi kita untuk melihat kelebihan orang lain, tapi sulit melihat kelebihan diri sendiri. Jadi, mari berhenti meragukan diri sendiri, karena sebenarnya kita lebih cukup dari yang kita bayangkan.”

Walaupun usaha-usaha, impian-impian kita tidak berjalan sempurna... tapi pada akhirnya kita telah melewatinya. Kita tidak perlu yakin 100% untuk memulai, cukup 1% kita memulai—asalkan kita mau jalani sisanya sambil belajar dan bertumbuh. Biarpun takut, ragu, kita selalu bergerak untuk melewatinya. 

Dan terakhir, perlunya kita memaknai setiap proses kehidupan ini; sebenarnya apa yang kita lakukan ini sejalan untuk menggapai ridha-Nya? Apa sebenarnya niat kita?

Ada sebuah kutipan dari buku Bagaimana Jika Tuhan Bilang Tidak? yaitu:

"Iman itu bukan soal jawaban, tapi keyakinan penuh. Kalau kita cuma yakin pas hidup sesuai mau kita, itu bukan iman. Kita bakal seumur hidup nyalahin Tuhan atau terus-terusan nyari orang buat disalahin... karena kita nggak pernah betul-betul yakin kalau seburuk-buruknya takdir adalah rencana Tuhan yang paling baik."

Maka jangan terlalu larut dalam kecewa. Kita lupa, kadang jawaban "tidak" atas satu doa... adalah cara Tuhan bilang iya untuk sesuatu yang jauh lebih baik. 

Dan jika suatu saat kamu menoleh ke belakang, kamu akan tersenyum dan berkata,

 "Syukurlah waktu itu aku gagal."


Saudarimu, Aini Aisyah Asbar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...
  Penjara Bagi Orang-orang Beriman (Andi Meranti) Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘Dunia adalah Penjara Bagi Orang-Orang Beriman’? Pada awalnya aku menganggap bahwa itu hanyalah istilah yang dibuat oleh mereka-mereka yang taat beragama. Namun setelah merasakannya sendiri, barulah aku menyadari bahwa istilah itu memang benar adanya. Islam dikenal dengan banyaknya aturan, perintah-perintah yang harus dilaksanakan, serta larangan-larangan yang wajib ditinggalkan. Aku yakin sejak kecil kita semua pasti sudah pernah diajarkan dasar-dasar agama—entah itu dari orang tua, guru-guru di sekolah, atau para ustaz dan ustazah di tempat mengaji. “Kita harus rajin salat supaya masuk surga.” “Kalau tidak pakai jilbab berdosa loh… nanti masuk Neraka.” Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang menjadi ‘senjata’ andalan para orang tua, dan ajaibnya ampuh membuat kita patuh pada perintah mereka kala itu. Namun seiring bertambahnya usia dan berk...