Memaknai Kesabaran (Atiyah Nasywa Harun) Kadang capek juga ya, setiap kali curhat malah dibalas dengan satu kata keramat "Sabar." Sudah seperti tombol cepat yang orang tekan kalau bingung mau jawab apa. Padahal, yang lagi kita rasakan bukan sekadar "butuh disuruh sabar." Kita butuh didengarkan. Kita butuh divalidasi. Kita butuh diakui bahwa rasa sakit, kecewa, dan marah itu manusiawi. Karena jujur saja, ada momen di mana "sabar" justru terasa seperti disuruh diam. Seperti semua emosi kita itu tidak penting. Seperti capek yang kita rasakan cuma drama. Padahal Allah sendiri menciptakan marah sebagai bagian dari fitrah manusia. "Jadi tidak apalah kita tunjukkan amarah sebagai respon ketidaksukaan atau ketidak nyamanan?" Begitukan, kata kita? Tentu kita punya hak untuk marah. Hak untuk mengeluh. Hak untuk mengaku kalau kita lagi tidak baik-baik saja. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam saja tidak bisa menonaktifkan sifat marahnya. Tapi t...