Arti Hidup
Hidup itu dipenuhi keberimbangan. Setiap masalah yang diciptakan sepaket dengan jalan keluarnya. Seperti kebahagiaan yang diciptakan bersama kesedihan atau kekayaan yang diciptakan beserta kecukupan.
Ketimpangan yang kita temui di kehidupan kita justru pertanda bahwa ada hal yang perlu kita benahi. Semoga masih cukup bersabar dan bersyukur.
Jangan berharap jalan yang akan ditempuh ini pasti mudah, tidak akan bersisian dengan yang lain, tidak akan ada persimpangan, tidak akan bercabang. Cabang yang menyesatkanmu jauh dari tujuan.
Waktu langkah pertama kita dulu, kita sempat berbincang tentang tujuan, tentang nilai dan aturan yang akan kita bawa sepanjang jalan. Kini, sudah begitu jauh, ujungnya belum terlihat. Kita masih berjuang berdiri di atas nilai dan aturan yang telah kita sepakati. Waktu kita pernah berhenti sejenak, muncul keraguan.
Di awal kita begitu bahagia, menapaki langkah-langkah pertama. Kini, kita banyak diam sepanjangan perjalanan. Berpikir tentang banyak hal, tentang diri kita sendiri, tentang beratnya menyepakati nilai dengan aturan yang kita buat sendiri. Tentang teman perjalanan yang kita pilih di awal, bahkan tentang perjalanan itu sendiri.
Tenggelam dalam pikiran dan renungan yang panjang. Sepanjang perjalanan ini, barangkali memang inilah tujuan sebenarnya, perjalanan. Saat kita mampu bertahan atas nilai dan aturan selepas ujian silih berganti. Kita tetap menjadi orang yang berkomitmen. Bahkan setelah keraguan itu muncul, kita tetap bertahan dengan komitmen. Bahkan setelah kita berdiam cukup lama, sepanjang jalan, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Kita masih menempuhnya bersama-sama.
Beberapa orang bersikeras untuk menjadi yang pertama dan ada juga berharap menjadi yang terakhir. Di sini, kadang kita lupa memaknai pertama dan terakhir bahwa semuanya bergantung pada [si]apa itu diberikan. Sebab seringnya kita tidak bisa menjadi keduanya sekaligus, pertama dan terakhir.
Selama ini kita memohon kepada Allah tentang kejelasan masa depan, ketenangan dalam memilih, dan sebagainya.
Jangan-jangan selama ini kitalah yang justru menolaknya ketika Allah memberi jawaban atas doa kita. Hanya karena kita yang terlalu keras kepala, tidak bersedia berkomitmen, tidak mau ambil resiko, tidak mau jalani konsekuensinya. Allah sudah memberi isyarat, tapi kita menolaknya. Allah sudah memberi jawaban, tapi kita yang tak mau membacanya.
Kita selalu berpikir, bahwa jawaban-Nya melalui cara yang kita mau, padahal tidak demikian, kan?
Hidup itu nyata, di sinilah ujian diletakkan yang menentukan bagaimana kita nanti. Sebab di kehidupan ini pula kita dinilai. Akankah hidup ini habis hanya mengulang kesalahan serupa? sibuk membangun asumsi? khawatir memikirkan apa kata orang? sibuk mempertahankan ego? atas hal-hal yang sudah tahu itu dilarang tapi kita pura-pura tidak tahu.
Hidup ini nyata tapi berakhir, akankah kita habiskan waktunya hanya untuk diri sendiri?
Mahasiswi STIBA Makassar angkatan 2018
Maa syaa Allah...
BalasHapusBaarakallahu fiikum... 🌹🌹
Baarakallahu fiik🌹
BalasHapusMaa SyaaAllahh.. Baarakallahu fiikum 😘😘❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️Ummmwahhh
BalasHapusMaa Syaa Allah💙💙💙
BalasHapusMasyaAllah dekkeng gue bgttttt
BalasHapusBarakallahu fiik ❤👍
BalasHapus❤️❤️
BalasHapusMaa syaa Allah 💐💐
BalasHapusMaa syaa Allah tabarakallah..jazakillahu Khoiron🥰🤍
BalasHapus