Langsung ke konten utama

Saudara Tak Mesti Sedarah


Telah sampaikah kabar tentang Palestina pada kita melalui beranda sosial media?
Gambar atau vidio apa yang telah kita lihat tentang mereka?
Atau telinga ini telah mendengar rintihan, tangisan anak kecil?
Atau permintaan tolong mereka terhadap media "yang ingin" memberitakan mereka?
Iya, kamu benar.
Rumah mereka hancur bukan yang pertama kalinya, api itu membumbung tinggi di cakrawala langit seperti yang telah terjadi sebelumnya.
Ledakan adalah suara yang terdengar "biasa" bagi mereka.
Dan lagi, Palestina seolah ingin dilenyapkan dengan menghapuskan negara Palestina dari google maps kemudian diganti negara zionis (لعنة الله عليهم).
Namun, media dunia bungkam.
Mengapa? Apa karena ini berkaitan dengan Palestina? Berkaitan dengan Islam?
"Tak perlu jadi muslim untuk membela Palestina, cukup jadi Manusia" kata-kata ini kita paham betul maknanya.
Namun, bagaimana lagi dengan kita? Bukankah aku, kamu, kita dan mereka sama? Terikat dalam bingkai ukhuwah juga akidah.
Jika tidak cukup membantu dalam mendonasi, jangan pernah lupa dalam mendoakan, melangitkan harapan.
Esok, saat Allah telah menakdirkan Palestina berjaya, kita ada dibarisan para pejuang bersama mereka, walau hanya memohon kebebasan Palestina melalui setiap sujud serta bermunajat penuh lirih.

Cukup dunia dan media yg bungkam.
Tapi hati seorang muslim selamanya tak akan pernah bungkam, mulut kita tak bungkam dalam mendoakan,
tangan kita tak terbelunggu untuk membagikan apa yang terjadi pada Palestina.
Peristiwa ini menyadarkan aku, kita untuk "harus selalu" mengingat Palestina selama kemerdekaan belum menjadi milik mereka.
Bukan cuman rumah yang perlu jendela. Tapi juga jendela di setiap hati-hati kita. Tempat kita membuka rasa, empati dan simpati agar ia senantiasa peka. Adakah "JENDELA" itu untuk Palestina?


Makassar, 21 Juni 2020

Ib_ ,
Mahasiswi STIBA Putri Makassar (angkatan 2016)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...
  Penjara Bagi Orang-orang Beriman (Andi Meranti) Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘Dunia adalah Penjara Bagi Orang-Orang Beriman’? Pada awalnya aku menganggap bahwa itu hanyalah istilah yang dibuat oleh mereka-mereka yang taat beragama. Namun setelah merasakannya sendiri, barulah aku menyadari bahwa istilah itu memang benar adanya. Islam dikenal dengan banyaknya aturan, perintah-perintah yang harus dilaksanakan, serta larangan-larangan yang wajib ditinggalkan. Aku yakin sejak kecil kita semua pasti sudah pernah diajarkan dasar-dasar agama—entah itu dari orang tua, guru-guru di sekolah, atau para ustaz dan ustazah di tempat mengaji. “Kita harus rajin salat supaya masuk surga.” “Kalau tidak pakai jilbab berdosa loh… nanti masuk Neraka.” Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang menjadi ‘senjata’ andalan para orang tua, dan ajaibnya ampuh membuat kita patuh pada perintah mereka kala itu. Namun seiring bertambahnya usia dan berk...