Langsung ke konten utama

Beginilah Adanya


Bismillahirrahmaanirrahiim…

Hari ini, Rabu 1 Juli 2020 akan menjadi salah satu hari bersejarah dalam hidup kami.
Hari transisi sebuah status “mahasiswi” menjadi “alumni”.
Hari yang sakral (kata ustadz) dengan penyematan gelar sarjana di ujung nama insan faqir nan lemah ini.

Kami (semustawa sejannah) bukanlah siapa-siapa. Kami hanyalah sepenggal kisah dari kisah-kisah yang telah terukir dan yang akan terus terukir di Ma’had tercinta ini, STIBA Makassar.

Perjalanan empat tahun mengeyam pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab, sungguh syarat akan dinamika dan suka duka.

Mungkin bagi sebagian kami, menjadi “Mahasiswi STIBA” adalah impian. Namun, tak sedikit pula bagi sebagian, ini adalah paksaan. Dan Allah jualah sebaik-baik pembuat skenario kehidupan ini.
Banyak yang tak menyangka, tapi beginilah adanya..

Sahabat, terlalu banyak kisah yang telah terukir. Sedari awal kita diasramakan, hingga kini kita dirumahkan.

Memaksa diri untuk beradaptasi dengan lingkungan asrama bagi yang baru pertama kali merasakannya..

Memaksa diri untuk mencintai maddah demi maddah yang bagi sebagian kita begitu sulit dicerna, apalagi yang sama sekali tidak memiliki basic Bahasa Arab.
Tak menyagka, tapi beginilah adanya..

Mustawa demi mustawa, telah kita lalui bersama, Sahabat.
Meskipun beberapa di antara kita tidak lagi membersamai perjalanan ini dengan berbagai alasan yang Allah takdirkan untuknya.

Mustawa kita semakin meningkat, dars demi dars pun terasa semakin sulit terasa. Hingga tak sedikit dari kita yang hampir menyerah. Tapi, lagi dan lagi, Allah Yang Maha Baik ingin kita tetap bertahan di sini, di Ma’had yang tercinta ini.

Semua kita lalui bersama, hingga waktu mengantarkan kita di mustawa paling akhir. Dan di fase inilah, sebutan “Calon Alumni” dan “Calon WIsudawati” acap kali menghiasi ruang dengar dan ruang baca kita. Grup angkatan yang menjelma menjadi “Calon Wisudawati” yang tak pernah sepi, juga grup kelas “Pembekalan Daiyah Calon Alumni STIBA” yang semakin menyadarkan kita, Oh yaa…sebentar lagi kita akan menjadi alumni.

Tibalah saatnya kita pada moment-moment menegangkan dan cukup menggalaukan yang mau tidak mau kita harus lewati. Mulai dari deadline penyusunan skripsweet, eh, Skripsi, hingga ke hari pelaksannaan Ujian Komprehensif dan Munaqasyah.
Perasaan cemas, galau, down menghiasi hari-hari menegangkan itu. Bagaimana tidak, tahun ini Allah menakdirkan kondisi yang sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Qaddarullah wa maa syaa’a fa’ala..

Pandemi Covid-19 harus memisahkan kita dari Aceh hingga Papua. Mau tidak mau, kita harus mempersiapkan ujian akhir ini dengan keadaan masing-masing.

Tetapi, ada yang membuncah dalam sanubari, moment ikhtibar yang merindukan kita untuk belajar bersama di Qo’ah ‘Aisyah Ummul Mukminin, di ruang-ruang kelas, dan emperan-emperan gurfah, kala itu, tak lagi bisa kita rasakan.

Masing-masing kita harus mempersiapkan segalanya seorang diri demi akhir yang indah. Bahkan kitab-kitab yang selama ini memenuhi ruang muroja’ah kita saat ikhtibar dan kadang kala menjadi bantal di saat mata tak lagi mampu menelaahnya, kala itu berganti dengan kitab-kitab berupa softfile yang hanya dapat dilihat dan tak mampu diraba.

Sungguh nikmat kebersamaan itu telah tiada. Namun, kesyukuran hadir dengan adanya grup-grup belajar online, setidaknya menjadi wasilah memuroja’ah pelajaran dan mengobati sedikit rindu belajar bersama di sakan yang pernah kita rasakan dulu. Semua kita lalui dan begitulah adanya.

Kini, Ujian Komprehensif dan Munaqasyah pun telah kita lalui. Hingga waktu membawa kita pada hari Pelaksanaan Yudisum. Sebuah hari yang sakral, kata salah seorang ustadz. Secara formalitas, inilah hari yang menjadi klimaks perjuangan kita di Ma’had ini.
Awal mendapat informasi tentang yudisium, sebagian besar kita menyikapinya dengan biasa-biasa saja. Mungkin karena efek serba online, semua dirasa tak ubahnya menyimak siaran televisi ataupun radio.

Namun, mata ini terpaksa dibuat berlinang pada moment itu. Dari awal sambutan Wakil Ketua I Bidang Akademik, kedua mata ini tak kuasa membendung keharuan, sampai-sampai beliau pun terisak haru menyampaikan sambutannya.

“Kami hanya berharap pahala jariyah dari apa yang sedikit kami ajarkan kepada antum yang akan terus mengalir walau kami telah ada di alam kubur…”

Kurang lebih demikian nasehat al-ustadz di akhir sambutannya. Keharuan pun tumpah ruah di balik room zoom yang menjadi saksi bisu prosesi sakral itu.

Setiba di moment pembacaan SK Yudisium Terbaik. Mulailah terwarnai keharuan itu dengan secercah kebahagian atas prestasi yang diraih sahabat-sahabat seperjuangan.
Namun, bukan itu sebenarnya yang kami cari. Bukan, bukan itu.

Komprehensf dan Munaqasyah sama sekali bukan ajang kompetisi di antara kami. Tak terbesit sedikit pun hal itu di benak kami. Jangankan itu, sebagian kami saja awalnya belum mengerti apa itu yudisium dan ada apa di dalamnya. Maka sungguh, sangat jauh dalam khayal kami men-setting drama perjuangan beberapa bulan di masa pandemi ini sebagai ajang kompetisi dan meraih obsesi popularitas. Sama sekali tidak.

Justru yang ada hanyalah saling motivasi, ta’awwun, dan mendoakan di antara kami agar semua dapat melalui ujian ini dengan mudah. Meskipun sebagian harus dilacak keberadaannya karena kendala jaringan, sampai harus mencari kontak keluarga yang dapat dihubungi agar al-ukh dapat mengikuti dan menyelesaikan semuah tahap ujian ini. Demikianlah suka duka berikhtibar di masa pandemi. Semua akan menuai hikmah, in syaa Allaah. Dan beginilah adanya.

Sahabat, berakhirnya yudisium, masih menyisakan harapan yang besar pada Ilahi Rabbi, semoga masih ada moment yang dapat mempertemukan kita di Ma’had tercinta.

Sema fase telah kita lalui bersama, Sahabat. Yang tersisa tinggalah moment wisuda. Entah apa yang akan ditakdirkanNya untuk kita. Terlepas apakah wisuda online atau offline, tahun ini atau tahun depan, satu yang pasti, Sahabat.. bahwa sejatinya kita hanya memiliki dua opsi, kita akan diwisuda atau disudahi. JIka wisuda masih menjadi misteri, tapi ingatlah bahwa kesudahan kita di dunia ini adalah satu hal yang niscaya.

Sahabat, jika di dunia tak ada lagi pertemuan di antara kita, berharaplah pada Ilahi, semoga Surgalah tempat nostalgia kita berikutnya. Saling melepas rindu dan bercengkerama akan kisah-kisah yang telah kita ukir bersama di sini, STIBA Makassar.

Sahabatku, semustawa sejannah… kalian adalah sesuatu yang berharga yang Allah anugerahkan dalam hidupku.
Jika dikatakan, “Perkataan adalah doa”, semoga dua kata ini “Semustawa-Sejannah” yang sering kali kita tuliskan dan ucapkan, semoga akan senantiasa menjelma menjadi bait-bait do’a di antara kita, hingga Allah mengijabahnya..

Min hunaa naltaqiy wa nabqaa fil Jannah..
Aamiin yaa Mujiibus saa’iliin..

 (Dariku, yang menjadi bagian kecil dari kalian, Sahabatmu, Semustawa Sejannah)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
 Manusia Hebat  For You ..... Teruntuk jiwa yang selalu kuat di tiap keadaan. Hi? Sudah bersyukur belum kamu untuk kemarin dan hari ini? Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu bahkan sedang terluka? Sedang sedih? Bahkan lupa bersyukur? Dan sayang sama diri sendiri? Aku cuman mau bilang gini, semua ada takarannya masing-masing loh, kamu nggak mungkin bahagia selalu, dan juga tidak mungkin akan sedih terus. Anggap saja semua masalah itu bagian dari jalan kehidupan yang akan membuat kamu jadi dewasa. Kalau manusia yang lain tidak pernah bisa bikin kamu bahagia, jangan lupa kamu punya penciptamu ada Allah yang selalu bersamamu dan ada dirimu sendiri. Allah tidak akan pernah buat kamu kecewa, olehnya jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, ya. Senyum yah, senyum yang lebar. Kalaupun kamu merasa capek wajar kok, tidak masalah, itu suatu hal yang wajar dialami oleh semua manusia. Katakan pada dirimu kamu itu sempurna, ciptakan bahagiamu jangan tunggu dan berharap dari orang lai...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...