Berdamai dengan Amanah
Pada jiwa yang rapuh,
Pada hati yang kecewa,
Di tengah perjalanan terbentur pada kerikil yang menyakitkan. Kala
itu rasanya ingin mundur,
“kenapa harus aku?”
“Kenapa rasanya buruk sekali?”
“Aku berusaha bertahan, tapi kenapa akhirnya menyakitkan?”
Sungguh tidak mudah mencintai sebuah amanah, tidak mudah beratahan
dengan berbagai tantangan hidup di sebuah amanah yang awalnya bukan yang diri
inginkan. Lantas mengapa kecewa itu hadir di saat diri sedang menata hati dan
pikiran yang berisik? Bukankah sangat menyakitkan?
Kala itu aku berusaha berpikir jenih, kembali muhasabah diri, dunia
adalah tepat persinggahan, manusia yang masih berpijak di atas bumi ini, mustahil
jika Allah tidak mengujinya. Bahkan pada rasul manusia pilihan Allah yang
dicintai pun tidak lepas dari yang namanya ujian hidup.
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum
kamu.” (Al-Baqarah:214)
Cobaan hidup yang menimpa kita tidak sebanding dengan cobaan
mereka. Bahkan perjalanan dakwah Rasulullah yang melewati berbagai perjuangan,
pengorbanan, dan amanah yang berat sungguh tidak seberapa dengan tantangan
dakwah yang kita hadapi.
Aku memilih melanjutkan amanah baru yang Allah pilihkan. Awalya
sangat berat tetapi siapa yang mengira bahwa amanah itu memberikanku banyak pengalaman,
pelajaran dan hikmah hidup yang lupa aku syukuri. Terkadang
kita terlalu sibuk meratapi kesedikan sampai kita lupa bahwa takdir yang sedang
kita alami itu adalah bahasa cinta Allah dan cara Allah memperbaiki kualitas
hidup hambanya.
Kegagalan itu bukan ketika kamu
tidak bisa mencapai harapanmu, tetapi kegagalan itu ketika kamu berhenti.
Sejahat apapun dunia menjatuhkanmu tetaplah mejadi manusia paling ikhlas,
seberat apapun amanah yang sedang kamu jalani tetaplah menjadi manusia paling
sabar. Sekecewa apapun dirimu dengan harapan, teruslah
berproses hingga kamu menyadari hidup ini indah,
jika kita tahu cara menikmatinya.
Ujian hidup hadir mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik atas
takdir-Nya, memperbaiki kualitas hidup dan memperbaiki hubungan
antara kita dengan Allah. Barangkali kita dibuat kecewa oleh-Nya
agar kita berharap hanya pada ridho-Nya. Dibuat terjatuh oleh-Nya agar kita
berusaha bangkit. Dibuat lelah oleh-Nya agar kita bisa menghargai sebuah
perjuangan.
Setiap jiwa yang lelah, hati yang terluka, air mata yang mengalir,
ada dosa-dosa yang terhapus. Pentingnya bagi orang-orang yang beriman membangun
pikiran positif ketika ditimpa ujian, karena mukmin yang cerdas selalu berprasangka
baik atas segala takdir yang ditetapkan padanya.
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati.
Sebab kamu paling tinggi (derajatnya) jikakamu orang yang beriman.” (QR.
Ali-Imran:139)
✒Rahmatan

yeyyyyy
BalasHapus