Cahaya Amanah dalam Setiap Langkah
Bisa dikatakan mengemban amanah adalah salah satu proses mencari
jati diri, dulu saya bukanlah orang yang percaya diri tampil di depan umum, berbicara
di depan orang banyak, tetapi sikap itu perlahan-lahan memudar setelah
mengemban sebuah amanah. Bahkan sebelum kaki ini melangkah ke depan seketika
suhu badan sudah berubah yang tadinya saya rasa panas tiba-tiba menjadi dingin
sedingin es dan diiringi napas yang tidak beraturan.
Tetapi amanah itu merubah semuanya. Amanah yang sebelumnya diterima
dengan berat hati kami terima dengan penuuh keraguan, takut bercampur aduk berpikir
amanah ini tidak pantas untuk kami. Tetapi seketika hati kami berkata
amanah tidak pernah salah dalam memilih pundak dan Allah tidak akan membebani
seorang hamba di luar kemampunyanya.
Singkat cerita, Saya memutuskan untuk mengembang amanah yang akhwat
sebut ‘ibu’, yah roisahtul gurfa (ketua kamar). Rasanya sangat mustahil diri
yang sangat introvert ini terpilih menjadi ketua kamar. Namun, teringat perkataan salah satu teman kami yang mengatakan “ketika
kita dipilih itu tandanya kita bisa”, dan perkataan
dari ustadzah yang mengatakan “kalau kita merasa tidak pantas dengan
amanah yang dititipkan kepada kita, maka pantaskan diri kita!"
kalimat yang singkat yang membuat saya yakin menerimah amanah ini.
Amanah yang begitu luar biasa serta menguras waktu mulai dari
bangun tidur sampai tidur kembali yang mengharuskan berinteraksi dengan akhwat
yang saya pikir diri ini orang yang sangat introvert mana bisa berinteraksi
sebanyak ini. Oleh karena amanah inilah yang
membentuk karakter saya dari awalnya takut berbicara menjadi berani
apatalagi ketika majelis gurfah yang mau tidak mau harus berbicara,
seketika diri ini selalu memikirkan apa
yang harus kami sampaikan entah itu motivasi atau nasehat kepada akhwat
yang sebenarnya justu diri ini yang sangat butuh nasehat tersebut. Berusaha
memberi mereka semangat padahal sebenarnya diri ini juga sangat butuh untuk
disemangati, yang selalu berusaha kuat padahal rapuh, berusaha menjadi
pendengar terbaik padahal diri ini sangat butuh tempat untuk bercerita tetapi entah
telinga mana yang akan mendengarkan. Ada banyak cerita yang ingin disampaikan
tapi tidak bisa diungkapkan.
Dari banyak kepala dengan sifat yang berbeda-beda
dituntut untuk memahami karakter mereka masing-masing, nyatanya memahami karakter yang
berbeda-beda bukanlah hal yang mudah, itu menjadi
tantangan serta menjadi pengalaman yang berharga. Tetapi justru perbedaan itulah
yang membuat kita satu dan menciptakan keunikan dalam diri setiap orang
sehingga kita bisa saling melengkapi dan menghargai satu sama lain dan justru
perbedaan itulah yang membuat suasa kamar menjadi hidup.
Setiap masalah yang datang saya anggap itu sebagai bumbu-bumbu
kehidupan karena suka dan duka, tawa dan tangis adalah sunnatullah yang
menjadi rona dalam kehidupan. Tidak ada manusia yang akan terus merasa senang,
juga tidak ada manusia yang akan terus merasa susah. Keadaan
tidak selalu baik-baik saja, Maka jadikan syukur sebagai penghias diri, dan sabar menjadi
penguatnya. Karena dengan dua perkara itu, setiap keadaan apapun yang menimpa,
menjadi kebaikan bagi kita.
Dari hal tersebutlah saya belajar amanah butuh hati yang sabar dan
jiwa yang ikhlas karena ketika kita memilih menjadi pohon yang tinggi siaplah
menerjang angin yang kencang.
Jangan lupa Libatkan Allah di Setiap perjalanannya kita!
✒Nurfadia

Komentar
Posting Komentar