Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2024
 Manusia Hebat  For You ..... Teruntuk jiwa yang selalu kuat di tiap keadaan. Hi? Sudah bersyukur belum kamu untuk kemarin dan hari ini? Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu bahkan sedang terluka? Sedang sedih? Bahkan lupa bersyukur? Dan sayang sama diri sendiri? Aku cuman mau bilang gini, semua ada takarannya masing-masing loh, kamu nggak mungkin bahagia selalu, dan juga tidak mungkin akan sedih terus. Anggap saja semua masalah itu bagian dari jalan kehidupan yang akan membuat kamu jadi dewasa. Kalau manusia yang lain tidak pernah bisa bikin kamu bahagia, jangan lupa kamu punya penciptamu ada Allah yang selalu bersamamu dan ada dirimu sendiri. Allah tidak akan pernah buat kamu kecewa, olehnya jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, ya. Senyum yah, senyum yang lebar. Kalaupun kamu merasa capek wajar kok, tidak masalah, itu suatu hal yang wajar dialami oleh semua manusia. Katakan pada dirimu kamu itu sempurna, ciptakan bahagiamu jangan tunggu dan berharap dari orang lai...
 Berdamai dengan Amanah Pada jiwa yang rapuh, Pada hati yang kecewa, Di tengah perjalanan terbentur pada kerikil yang menyakitkan. Kala itu rasanya ingin mundur, “kenapa harus aku?” “Kenapa rasanya buruk sekali?” “ A ku berusaha bertahan , tapi kenapa akhirnya menyakitkan?” Sungguh tidak mudah mencintai sebuah amanah, tidak mudah beratahan dengan berbagai tantangan hidup di sebuah amanah yang awalnya bukan yang diri inginkan. L antas mengapa kecewa itu hadir di saat diri sedang menata hati dan pikiran yang berisik? Bukankah sangat menyakitkan? Kala itu aku berusaha berpikir jenih, kembali muhasabah diri, dunia adalah tepat persinggahan, manusia yang masih berpijak di atas bumi ini, mustahil jika Allah tidak mengujinya. Bahkan pada rasul manusia pilihan Allah yang dicintai pun tidak lepas dari yang namanya ujian hidup. “ Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu....
 Penawar Diantara riuhnya dunia, yang riuhnya tak sedikit memakan korban, terdapat anak manusia yang berdiam diri di dalam kesibukan, ditemani satu lampu redup menemani kesunyian ruang yang gelap sebagai penerang. Ia mengamati sang pena yang terus menari di atas kertas putih tanpa noda, meninggalkan coretan mengenai kehidupan yang tak pernah sunyi oleh tantangan dan rintangan. Pena itu terus menari dengan indah, mengikuti irama pikiran sang pemilik. Pikiran yang jarang mengikuti keinginan membuatnya tak tertata dan berantakan.  Terus berusaha mengeluarkan keresahan melalui tarian sang pena, dengan berharap bisa memeluk dirinya, yang nampak begitu kuat, namun nyatanya begitu rapuh. Yang nampak rapi dengan senyuman, namun nyatanya berantakan. Yang nampak sehat, namun nyatanya berpenyakit. Ia memeluk dirinya dengan segala cara, menenangkan diri dengan segala kesibukan, menghibur dirinya dengan segala sesuatu yang dipersembahkan dunia padanya. Namun pada akhirnya, ia kembali dalam...
Cahaya Amanah dalam Setiap Langkah Bisa dikatakan mengemban amanah adalah salah satu proses mencari jati diri, dulu saya bukanlah orang yang percaya diri tampil di depan umum, berbicara di depan orang banyak, tetapi sikap itu perlahan-lahan memudar setelah mengemban sebuah amanah. Bahkan sebelum kaki ini melangkah ke depan seketika suhu badan sudah berubah yang tadinya saya rasa panas tiba-tiba menjadi dingin sedingin es dan diiringi napas yang tidak beraturan. Tetapi amanah itu merubah semuanya. Amanah yang sebelumnya diterima dengan berat hati kami terima dengan penuuh keraguan, takut bercampur aduk berpikir amanah ini tidak pantas untuk kami. Tetapi seketika hati kami berkata amanah tidak pernah salah dalam memilih pundak dan Allah tidak akan membebani seorang hamba di luar kemampunyanya. Singkat cerita, Saya memutuskan untuk mengembang amanah yang akhwat sebut ‘ibu’, yah roisahtul gurfa (ketua kamar). Rasanya sangat mustahil diri yang sangat introvert ini terpilih menjadi ketua ...
  Ternyata di sini Indah Aku tidak pernah membayangkan bahwa perjalanan hidup akan membawaku ke sebuah kampus berbasis pesantren, apalagi dengan jurusan yang awalnya tidak pernah kuinginkan. Ketika pertama kali mendaftar, aku membayangkan diriku di kampus yang berbeda, dengan jurusan yang menurutku cocok dengan minat dan passionku. Namun, takdir berkata lain dan aku diterima di kampus yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, dengan jurusan yang jauh dari keinginanku. Hari-hari pertama di kampus baru terasa berat. "Kenapa harus di sini?" tanyaku berulang-ulang. Aku merasa tersesat, tak tahu bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang penuh disiplin, rutinitas keagamaan, dan studi yang tak sesuai minat. Rasa kecewa itu kuat, membuatku sulit menikmati masa awal di sini. Setiap hari, aku berjuang untuk menemukan motivasi .Namun, seiring waktu berjalan, perasaanku mulai berubah. Lingkungan pesantren yang awalnya terasa asing, mulai memberiku ketenangan yang tak kuduga...