Langsung ke konten utama

Titik Terendah

 


Dalam hidup, dalam dunia dengan seluruh fatamorgana yang kita berada di dalamnya, pada dasarnya semua manusia yang juga hidup di dalamnya punya cara masing-masing untuk menghadapi masalah yang ia temui. Jadi, jangan pula kita menyamakan persepsi tentang seseorang tanpa melihat tolak ukurnya. Sebagaimana dikatakan seorang teman dahulu padaku, “Jangan mengatakan danau itu dangkal hanya karena melihat airnya indah dan tenang, bisa jadi ia sangat dalam dan bahkan menenggelamkanmu.” Setelah mendengar perkataan orang itu mindsetku langsung berubah, bahwa benar kita tidak bisa menjudge apapun dari seseorang sebelum menyelami karakternya.

Tapi semakin kesini, dilihat dari segala sisi, manusia memang begitu, selalu mencari celah, mengurusi, mencampuri, bahkan tak sedikit yang menghancurkan hidup dan mental orang lain. Tanpa ia pikir, apakah bisa jika ia bertukar posisi di situ? Sekuat itukah dia? Atau bahkan bisa jadi lebih hancur.

Dari semua perjalanan hidup, mustahil jika kita tidak pernah merasakan hal di atas, karena kita juga manusia yang diciptakan di sini, di bumi Allah ini untuk menerima seperentelan ujian ujian. Seperti yang dijelaskan Allah dalam kalam-Nya,

وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡن۝الَّذِيۡنَ اِذَآ اَصَابَتۡهُمۡ مُّصِيۡبَةٌ ۙ قَالُوۡٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ‏۝

Artinya: “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami Kembali untuk dihisab)” (QS. Al-Baqarah ayat 155- 156)

 Kita pernah dizolimi, dihina, dicaci, bahkan merasa sangat dikecewakan oleh oknum-oknum tidak berperasaan. Tapi dari situlah peran Allah bekerja. Dimana kita sedang berada di titik terendah, yang dimana tidak ada seorangpun yang bisa kita tempati untuk mengeluhkan segala isi hati. Bahkan mungkin di pelupuk mata sudah terbayang kalimat “Apakah aku menyerah saja?” Tanpa kita sadari, kita benar-benar telah sendiri dan disitu jugalah Allah mau membantu menangani urusan kita tanpa adanya campur tangan pihak lain.

Bukankah pada saat berada di titik itu, kita marah? Tapi sesekali kita harus sadar bahwa sekecil itu kita di dunia ini. Semudah itu Allah bisa memberi dan mengangkat kebahagiaan ini. Dia bisa mendatangkan ujian itu secara tiba-tiba. Tapi sebagai seorang manusia yang juga hamba-Nya, yang kita lakukan seharusnya memperpanjang sujud-sujud kita lagi, lagi dan lagi. Memohon yang terbaik untuk dikuatkan hati oleh Sang penggenggam hati.

Ketika suatu saat nanti ada fase lainnya dimana kita merasakan keadaan yang sama, maka bukan lagi perasaan perasaan marah yang kita keluarkan, tidak lagi merasa paling tersakiti. Sebab kita tau bahwa kita pernah berjalan di bawah badai ujian itu, maka untuk hujan deras, pasti kita lebih mudah melaluinya. Bukankah menempuh jalan menuju surga tidaklah mudah?

Rasulullah ﷺ saja yang kita ketahui sebagai manusia paling mulia di muka bumi dijaminkan surga kepadanya namun dengan ujian-ujian yang bahkan kitapun tidak bisa jika berada di posisi beliau. Keringat serta darah beliau telah keluar untuk membayar surga tersebut. Sedangkan kita yang bukan siapa-siapa ini, masihkah surga yang kita dambakan sebagai pelabuhan terakhir tanpa ditempanya dulu dengan ujian? Hari ini mari membuka mata, tepuk dada dan tanya diri. Sudahkah kita menyadari bahwa ada banyak titik-titik rendah lainnya yang sudah dilewati orang orang terdahulu kita. Rasulullah, para sahabat dan shalafush shalih diangkat derajatnya dengan ujian terlebih dahulu dihadapan mereka.

Untuk segala ujian yang datang, kesakitan-kesakitan, dan titik terendah itu, marilah kita bersyukur. Sebab setelah hujan badai, akan ada pelangi indah bukan?



✒️ Mkrmbhdll_

Mahasiswi STIBA Makassar Angkatan 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...
  Penjara Bagi Orang-orang Beriman (Andi Meranti) Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘Dunia adalah Penjara Bagi Orang-Orang Beriman’? Pada awalnya aku menganggap bahwa itu hanyalah istilah yang dibuat oleh mereka-mereka yang taat beragama. Namun setelah merasakannya sendiri, barulah aku menyadari bahwa istilah itu memang benar adanya. Islam dikenal dengan banyaknya aturan, perintah-perintah yang harus dilaksanakan, serta larangan-larangan yang wajib ditinggalkan. Aku yakin sejak kecil kita semua pasti sudah pernah diajarkan dasar-dasar agama—entah itu dari orang tua, guru-guru di sekolah, atau para ustaz dan ustazah di tempat mengaji. “Kita harus rajin salat supaya masuk surga.” “Kalau tidak pakai jilbab berdosa loh… nanti masuk Neraka.” Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita. Kalimat yang menjadi ‘senjata’ andalan para orang tua, dan ajaibnya ampuh membuat kita patuh pada perintah mereka kala itu. Namun seiring bertambahnya usia dan berk...