Tentang cinta untuk tanah suci yang terjajah, tanah yang basah oleh darah, dan air mata para pejuang. Tanah para Nabi, tanah berdirinya Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama kaum muslimin, tanah yang menjadi saksi perjalanan Isra Mi’raj Rasulullah ﷺ. Tapi, tanah yang suci itu sedang tidak baik-baik saja, tanah yang merdeka tapi nyatanya masih terjajah. Bumi perhimpunan dan kebangkitan itu dirampas secara paksa dan zalim dari kaum muslimin. Tanah yang telah diperjuangkan, tanah yang telah disucikan dari kesyirikan kini hanya tersisa secuil kecil di tepi barat dan jalur Gaza. Kabar tentangnya selalu menyayat hati, menguras perasaan, menumbuhkan empati, dan perasaan bersalah yang amat menusuk hati.
Kisah seorang pemuda yang kehilangan satu matanya setelah terjadi peperangan besar-besaran oleh zionis di Masjid Al-Aqsa, dengan gagah dia berkata, “Akan ku berikan satu mataku lagi untuk Al-Aqsa”. Kisah ini hanya satu diantara banyaknya kisah perjuangan mereka untuk mempertahankan Palestina, tanah yang menjadi amanah kita semua. Hati seakan tak berkutib, perjuangan mereka seakan tak terbayarkan. Sedangkan diri ini yang begitu angkuh mengaku sebagai perjuangan fisabilillah yang seakan menuntut balasan namun belum mampu memberikan apa-apa. Mereka menjual dunianya untuk surga. Meraka menjaga Palestina untuk kita semua. Palestina yang langitnya berterbangan bom dan rudal zionis.
Mereka kehilangan tempat bernaung dan hanya bisa menangisi reruntuhannya. Anak-anak yang kehilangan Ayah. Ibu yang kehilangan anak, para wanita yang banyak dilecehkan, para pemuda yang ditahan di balik dindingnya jeruji besi. Wahai diri yang mengaku cinta pada Palestina, apa yang telah diusahakan untuknya? Bukankah cinta butuh pembuktian? Cinta bukanlah sekedar ucapan yang terlafazkan melalui lisan, Palestina memanggilmu, Palestina menantimu.
Duhai Sang Maha Mengetahui, cinta ini begitu besar, tapi raga ini tak mampu membersamai. Dengan apa ku buktikan cinta untuknya, pada mereka saudara seiman yang sedang dizolimi, tentang mereka yang luput dari perhatian dunia, untuk meraka yang menjaga tanah suci yang tertahan. Yaa Allah, Raga ini tak mampu menjemput penantiannya. Yaa Rabb, Kuharap tak kemampuan ini hanyalah tentang waktu yang belum sampai pada masanya.
Cinta bukan hanya tentang membersamai, tapi cinta juga tentang bagaimana keterikatan hati dan pikiran. Cinta untuknya saat ini hanya bisa tercurahkan di atas sejadah, dengan untaian kata-kata disetiap pertemuan dengan Ilahi. Dengan doa kuutarakan cintaku untuk Palestina dan para pejuangannya, cinta yang terjalin dengan karena Allah. Dengan doa Kujawab panggilannya, dengan doa Kusandarkan harapan untuk bisa menapaki tanahnya, bersujud di atas hamparan sejadah Masjid Al-Aqsa, dan dengan doa Kujawab pertanyaan Allah di akhirat kelak. Ketika Allah bertanya, “Dimana kamu saat Al-Aqsa memanggil? Di mana kamu saat saudaramu dizalimi?” Dengan doalah kupenuhi panggilannya. Saat ini dengan doalah anak pondok membuktikan cintanya untuk Palestina.
🖋️Anita Firdayanti
Mahasiswi STIBA Makassar Angkatan 2021

Komentar
Posting Komentar