Kali ini benar-benar berat. Diberi peran terbaik oleh Allah untuk belajar merawat 'mental health' mereka. Mencoba menjaga 'cahaya' para pejuang agar tak redup di tengah umat.
Sembari menarik napas berat, memejamkan mata lalu berkata,
"Ya Allah, kalau boleh, cukupkan sabarku hanya untuk dakwah",
Dari segala hal yang telah Allah beri, ini sangat indah walau banyak luka setelahnya.
Terkadang di proses inilah kehidupan banyak berperan. Sampai di tahap ini, awalnya aku mengira bahwa semua akan baik-baik saja. Berjalan dengan lancar, begitu nyaman seakan-akan tak mau lagi beranjak dari posisi ternyaman ini. Nyatanya tak begitu kawan. Semakin hari, semakin buram.
Masalah yang sangat memukul, untuk bertahan juga merasa tak mampu. Tak mudah berada di posisi seperti ini, tapi tak mudah juga meninggalkan sebuah amanah yang diemban di pundak lemah ini.
Awalnya mencoba pindah ke lingkungan lain yang mungkin bisa mendukung, lingkungan orang-orang berilmu, lingkungan yang mungkin bisa sedikit membantu. Ternyata ada dari mereka malah membuat runtuh, mencaci, seolah-olah tak layak mendapatkan sebuah dukungan, depresi, sampai menjatuhkan kembali mental yang sudah susah payah ditumbuhkan. Ibu, ini berat. Berada pada dua pilihan yang tak tau akan mengarah kemana.
Merasa tak tau harus berpijak kemana lagi, melangkah sampai mana lagi. Bingung, gelisah, dipenuhi bayangan ketakutan; hampir menyerah. Berharap badai ujian ini akan segera berakhir, namun ujian itu masih saja senantiasa menghantam walaupun mencoba untuk terus melarikan diri.
Hidup seakan tak memberi sebuah pilihan, merasa begitu sesak. Bahkan air mata tak mampu menggambarkan dalamnya luka. Namun begitulah dunia. Kalau kita hanya mengira kita akan berjalan di atas kenyamanan tanpa adanya masa sulit, mungkin yang kau maksud bukan dunia kawan.
Masa sulit itu pasti akan menyerang, menerobos ruang kenyamanan. Tanpa bertanya ataupun memberi aba-aba. Bukan hanya satu dua kali, bahkan bisa berulang kali mengguncang pertahanan dan juga perasaan.
Semua orang punya fase patahnya masing-masing. Langkah tertatih, redup, trauma hingga kenyataan membanting kita begitu keras.
"Tuhan tak adil", katamu sambil menarik napas berat, menahan buliran yang hampir saja jatuh di pelupuk mata. Merasa kitalah manusia yang paling rugi di dunia ini, yang merasa paling dizolimi di dunia ini.
"Kenapa aku?"
"Bagaimana caranya aku akan melewati semua ini?"
"Sampai kapan aku akan bertahan?"
"Tujuanku sebenarnya akan berarah kemana?"
Pertanyaan yang mungkin tergolong sederhana, namun jawabannya serumit itu.
Kadang seaneh itu. Diri lemah yang sering mengeluh terhadap dunianya, tapi dia masih menjalani setiap harinya. Ia selalu menangis terhadap hancurnya harinya, tapi besoknya masih bisa tersenyum seakan tak terjadi apa-apa. Meski berdarah-darah, walau harus melalui ribuan luka yang menganga.
Seketika terlintas pesan cinta dari Rabb Sang Maha Cinta;
"Allah tak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya." (QS. Yusuf: 87)
Ayat yang menjadi pesan cinta, yang menguatkan langkah, dan menghilangkan rasa gelisah. Tak ada gunanya banyak bertanya-tanya. Karena meratapi sebuah masalah bukanlah jalan keluarnya.
Memang ada beberapa hal yang harus kita terima dengan ikhlas. Bukan karena kita tak mampu, hanya saja bukankah yang terbaik itu pilihan Allah?
Saat masa sulit itu datang, semoga kita bisa melihat segala sesuatunya dari sisi keimanan. Karena setiap masalah yang datang pasti ada hikmah besar yang tersembunyi di balik banyaknya masalah.
Teruslah berusaha dan kuatkan kakimu agar mampu menopang tubuhmu sendiri. Karena berharap kaki dari orang lain itu mustahil. Allah tidak akan membiarkan kita berjuang sendiri apabila kita turut melibatkan Allah dalam setiap proses perjuangan ini.
Perihal takdir, tak perlu menyalahkan setiap takdir yang belum berpihak. Hingga menganggap takdir Allah tak pernah adil untuk kita. Karena mata kita itu terbatas, mata yang tak bisa digunakan untuk memandang hikmah tersembunyi dibalik setiap masalah.
Kawan, takdir Allah itu selalu baik. Kalau menurut kita belum baik, berarti takdir Allah belum selesai. Sabarkan lagi kesabaran, kuatkan lagi kekuatan.
Dalam setiap perjalanan ini, mungkin banyak yang tak suka. Tak mengapa yang penting Allah meridhoi perjalanan ini, karena tujuan kita itu masih jauh. Tak ada gunanya kita mengejar ridho manusia, tak ada manfaatnya kita meraih decak kagum serta lemparan bunga dari makhluk yang juga tak pernah lepas dari kesalahan. Karena itu terlalu dekat kawan, ada yang sangat jauh, yaitu surga Allah. Itulah tujuan kita. Pada Allah seharusnya kita kembali.
Rahmat Allah begitu luas kawan, seluas samudra. Untuk amanah ini, fokuslah kembali kemudian bertahanlah. Meski harus tertatih, itu jauh lebih baik daripada harus melarikan diri.
Cukupkan dirimu berjalan di atas kesederhanaan. Fokus untuk menebar kebaikan, mempersembahkan setulus-tulusnya senyuman kepada mereka yang membutuhkan. Kita pasti akan merindukan semua kesulitan itu kawan. Karena balasan dari setiap kesabaran adalah surga yang tak terkira indahnya.
Untuk surga yang sedang kita usahakan, semoga kita tak gugur di tengah perjalanan, semoga pundak kita senantiasa kuat dan semoga hati kita lebih lapang untuk menerima cacian dalam setiap proses perjalanan. Kita sudah tau kan semua kebaikan akan bermuara kemana? Maka jadilah istimewa hanya di hadapan Allah.
🖋️ Syhptri
Mahasiswi STIBA Makassar Angkatan 2019

Maa syaa Allah, barakallahu fiik Temangg 🌹🌹
BalasHapusMaasyaa Allah 🌹🌹🌹
BalasHapusMaasyaa Allah💎💎
BalasHapusCemunguut roisah
BalasHapus