Langsung ke konten utama

Aku dan Superhero


 Aku dan superhero


Malam yang gelap memberikan rahasianya pada keheningan yang menyapa ketika itu. Dalam hitamnya ia menyembunyikan rahasia, dengannya aku tahu bahwa di balik hitam pekat itu ada seseorang yang berusaha keluar dari masa lalu, berdamai dengan hati dan menyemangati diri sendiri untuk lebih baik. Malam yang memberikan kabarnya bahwa ada sesorang yang berusaha menyimpulkan senyumnya untuk semua ujian yang ia lalui. Ragu yang menghampiri, jiwa yang sedih untuk sebuah perdamain dari orang-orang yang menjauhinya. Masa lalu yang cukup indah saat di mana mereka memberikan senyum terbaiknya ketika berjumpa, namun kini seakan dunia terbalik. Singkatnya diri ini dijauhi hanya dengan satu alasan yang tak mendasar hanya karena perbedaan hidup saat hidayah itu menyapa. Seketika relung jiwa terasa damai namun pada nyatanya dunia dan seisinya seakan menolak.


Bahagia? iya benar. Di sisi lain jiwa dan raga ini sangatlah bahagia dengan ketenangan hati itu. Namun penolakan mereka yang seakan mengores hati dan meninggalkan sebuah luka. Kini hanya tersisa secercah cahaya yaitu hidayah. 


Dunia seakan tak lengkap saat bumbu kehidupan hanya terasa manis begitu saja. Maka hadirlah ujian yang hanya bertujuan untuk menguatkan iman. Kala itu, aku dan seorang lelaki hanya berdua pada sudut rumah gubuk tua yang setengah roboh. Dengan sabar dan tawakkal, aku berdoa kepada Allah atas kesembuhannya. Lelaki itu sangatlah sabar membersamaiku dalam perjalanan hidup dan semoga hingga ke surga-Nya InsyaaAllah. Dirinya yang telah terbaring lemah karena sakit, cukup membuatku cemas dan tak mampu berfikir panjang tentangnya. Bagaimana mungkin diri ini bisa tak cemas, terlebih saat lisannya hanya melontarkan dzikir-dzikir pertanda ia akan pergi untuk selamanya. 


Jam telah menunjukkan pukul 02;00 pada larut malam yang hening, sakit yang ia rasakan pun semakin membuatnya lemah tak berdaya hingga wajahnya pucat. Derai air mataku semakin tak tertahankan. Sungguh, aku yang tak mampu meminta bantuan kepada orang lain karena diriku yang berjauhan dengan mereka. Air  mata yang tak terhenti seakan kejadian itu bukan pada malam hari. Perasaanku bagaikan gelapnya malam yang tak mampu memberikan penerang. Jam terus berlalu namun lelaki ini pun belum juga merasakan ketenangan karena sakit yang tak terbendung ia rasakan.


Karena tak ada cahaya penerang selain senter handphone yang ku miliki, seketika lelaki ini pun menatapku lalu bberkata, “Mohon bersabar dengan keadaaan ini, sebenarnya akupun sedih saat melihatmu tak beristirahat pada larut malam seperti ini. Sungguh, aku sangat mengkhawatirkanmu saat terjadi sesuatu pada diriku. Sejauh ini aku berjuang hanya untukmu, orang lain pun bahkan paham dengan diriku yang rela bekerja banting tulang hanya untukmu.” 


Yaa Rabb, aku semakin tak kuasa menahan derai air mata saat mendengar perkataan beliau. Sejauh ini,  selama aku hidup di dunia, tidak ada lelaki yang ku temui seikhlas dan sebaik dirinya. Seketika tubuhku semakin lemas dan tak berhenti menangis, saat di mana ia mengambil dan menggenggam tanganku lalu berkata, “Kita seperti ini karena Allah, kita niatkan karena lillah semata, InsyaaAllah jika Allah meridhoi diriku masih bernafas hingga esok hari saat terbit fajar, maka tolong bawalah aku ke rumah sakit. Jadi jangan pernah sedih jika kita diuji dengan ujian seberat ini wahai gadis kecilku, sesungguhnya Allah tak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang melangkah pada kebaikan.” 


Support yang sangat bagus, meski perkataannya membuat hatiku menjadi pasrah dan bertawakkal kepada Allah. Jika memang malam itu adalah akhir pertemuanku dengannya di dunia, maka tolong kabulkan doaku Yaa Allah  agar Engkau mempertemukan kami di surga-Mu.


Waktu terus berlalu dan telah menunjukan pukul 04:00, sedikit lagi mendekati waktu subuh. Ia begitu tenang, aku pun menatap wajahnya yang semakin pucat. Aku pikir ia sedang tertidur dan sakitnya meredah. Namun desikan dzikir terus terdengar dari bibirnya yang tak berhenti bergerak. Saat itu, aku pun mengambil ilmu kesabaran tentang hidup dari dirinya. Diriku yang mengaku telah mondok dan tertarbiyah namun saat diuji dengan rasa sakit, masih merasa resah dan marah yang kadang tak mampu ditepis hingga aku semakin tidak bersyukur. Dasar aku! Jika demikian, setidaknya diriku tersadar dan tidak menyia-nyiakan pahala karena orang sabar adalah penghuni surga.


Masjid pun telah berbunyi, akupun bergegas melihat handphone-ku dan ia pun berkata, “sebentar lagi waktu subuh akan segera masuk, sakitnya pun sedikit meredah maka istirahatlah sejenak. Tidurlah di sampingku, sehingga aku bisa membangunkanmu saat adzan subuh”. Karena tak kuasa menahan kantuk, diriku pun tertidur. Hanya beberapa menit, aku pun terbangun dan beliau pun sudah shalat. Ia terlihat tenang dan memintaku untuk memutarkannya ceramah di youtube. Lalu, akupun meminta izin untuk meninggalkaannya sejenak untuk mengambil air wudhu lalu membuatkannya teh hangat.


Matahari pun mulai terbit, bahagia sangat terasa dalam jiwaku karena mampu berjalan dan melalui peristiwa malam itu. Tak menunggu lama, aku pun mengabari salah satu teman sekolahku agar menemaniku untuk membawa laki-laki ini ke rumah sakit. Seketika ia menerima pesanku dan mengatakan bahwa ia akan menemaniku. Akupun menjalani perkuliahan saat itu dengan perasaan tenang.


Karena lelaki ini telah buang hajat dan memaksakan dirinya beranjak dari pembaringan itu, tiba-tiba sakitnya kambuh. Peristiwa semalam seakan terulang kembali. Saat aku ingin pergi ke apotek untuk membelikannya obat, tiba-tiba ia mencegahku, lalu berkata, “Tolong jangan tinggalkan aku sendiri. Sakit yang kurasakan seakan membuatku ingin pergi, meski aku tahu kehadiranmu pun tak dapat menunda ajalku. Hanya saja, kau melihatku saat terjadi sesuatu padaku.” 


Tidam lama, seseorang pun datang dan menyuruhku pergi dan bersegera membawanya ke rumah sakit, namun lelaki ini terus menahanku dan mengatakan untuk tidak meninggalkannya. Tak terasa air mataku jatuh saat ia memberikanku izin untuk pergi dengan syarat ada yang menemainya. Ia membiarkanku pergi karena sakitnya sedikit meredah. Tanpa berpikir lama  aku pun bergegas pergi bersama temanku dengan menggunakan motor. Tidak lama, aku pun telah tiba di puskesmas terdekat untuk meminta surat rujukan menuju rumah sakit. 


Ujian pun belum usai, kendalanya aku tak di beri izin karena daerah dan kartu kesehatan lelaki ini  berbeda. Tak menunggu lama, aku bersegera menuju rumah untuk menyampaikan kabar tersebut. Waktu terus berlalu dan tak terasa waktu dzuhur telah dekat, sedang deadline-ku adalah mengejar waktu kerja dokter untuk meminta rujukan.  Tak cukup beberapa menit jalan menuju pegunungan hutan pinus pun aku tempuh dengan bismillah. Sepanjang perjalanan diriku hanya berdoa agar diberi kemudahan.

 

Tak menunggu lama, dokter pun mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam ruangannya. Nafasku yang sedikit terengah-engah dan air mata yang berusaha aku tahan saat dokter meminta penjelasan tentang lelaki itu. Dengan lembut dokter menyatakan tak mampu memberikan surat rujukan sebelum ia memeriksa lelaki tersebut secara langsung. Jiwaku seakan hancur dan seketika diriku terdiam tanpa kata dengan mata yang berkaca-kaca. Meski demikian, aku pun tak berhenti meminta tolong namun keputusannya tetap sama. Dengan dada yang sesak, aku pun berusaha menerima, lalu sang dokter kemudian menanyakan alamatku. Akupun menjelaskan kepadanya dan ternyata rumah beliau pun tak jauh dari kediaman kami. Sang dokter memberiku saran untuk menemuinya pada pukul 05:00 sore nnanti. Aku pun menyetujuinya lalu bersegera kembali. Dengan berat, aku pun segera menyampaikan kepada lelaki tersebut, dengan sabar ia berkata, “Tidak mengapa jika aturannya seperti itu”. Lagi-lagi diriku tertampar melihat kesabaran lelaki itu.


Singkat cerita, waktu ashar pun tiba. Aku yang tidak lupa dengan perjanjianku bersama sang dokter. Dengan cemas aku yang menunggu keputusan dokter mengenai rujukan tersebut, tanpa berpikir panjang aku langsung mengirim video mengenai keadaan lelaki tersebut  yang semakin mengkhawatirkan. Saat sang dokter telah menyaksikan video tersebut, aku pun memohon padanya untuk mendatangi kediamanku karena aku tidak punya kendaraan. 


Beberapa menit kemudian sang dokter pun tiba tepat di halaman rumahku. Dengan wajah heran dan tak menyangka, ia pun menanyakan rumah kami yang mana dikarenakan rumah yang layak tersebut tepat berdampingan dengan gubuk tua yang setengah roboh. Dinding kayunya pun nyaris runtuh saat orang-orang memasukinya. Lalu sang dokter bertanya tentang keberadaan rumahku. Aku pun berjalan menuju rumah kayu yang setengah runtuh itu, lalu berkata bahwa rumah kayu itu adalah rumahku. Sang dokter semakin heran, kembali bertanya sambil menunjuk rumah kayu itu lagi. Setelah aku kembali membenarkan, ia pun mulai percaya. 


Sang dokter pun melihat keadaan lelaki tersebut dengan perasaan ibah. Dokter itu menyuruhku untuk bersegera membawa lelaki itu ke rumah sakit karena lelaki tersebut terlihat sudah sangat kesakitan. Aku pun menjelaskan kepadanya lalu sang dokter terus mengatakan agar aku bersegera membawa lelaki itu sebelum ia pamit pergi. Aku yang tergesa-gesa menyiapkan perlengkapan untuk ke rumah sakit pada waktu itu. Karena kejadian itu, aku tidak sadar jika KTP-ku pun hilang.


Setelah menunaikan shalat maghrib, aku pun bersegera meminta bantuan pada tetanggaku untuk mengantarkan kami menuju rumah sakit. Dengan izin Allah, lelaki itu pun tiba dan mendapat perawatan terbaik dari pihak rumah sakit. Seketika ia tersenyum melihatku. Tak cukup sepekan, beliau pun dinyatakan sembuh dan mendapat izin pulang oleh sang dokter. Perasaan lega dan bahagia terpancar pada wajah lelaki itu, terbaca rasa syukur yang tersirat di balik senyum yang ia simpulkan dari malam yang kelam itu.


Diriku yang selalu terbawa arus perasaan, sehingga aku tidak bisa membendung air mataku. Bahagia dan rasa haru menyelimuti saat aku harus pamit kepada ppasien-pasien lainnya. Berat untuk meninggalkan mereka yang telah berjuang bersama dan saling mendoakan di hari-hari yang telah kami lalui selama berada di sana.


Lelaki yang aku sebut superhero itu adalah ayahku. Sosok lelaki yang sangat tulus membesarkanku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Dengannya aku belajar, bahwa lelaki sejati adalah yang memiliki sikap tanggung jawab yang besar. Di balik tegasnya, ada kasih sayang yang lembut untuk seseorang yang ia sayangi, ada harapan dan doa yang selalu ia panjatkan, dan perkataan bijak dan nasihat membangun yang selalu ia lontarkan. 


Maka nasihat untuk diriku dan kalian semua, sayangi sosok seperti ini, saat ia masih bersama kita dalam dunia ini, maka lakukanlah bakti terbaik kita padanya. Jangan membuatnya kecewa hanya karena hawa nafsu yang berbalut cinta dari lelaki asing yang baru engkau kenal. Saat ia telah tiada maka doa dan amalan kitalah yang menjadi penenang kehidupannya di alam sana. Jaga diri dan aurat kita untuk menjadi hijabnya dari neraka. 


Saudariku, mungkin saja di antara kita ada yang telah menemukan sosok pendamping terbaik menurut pribadi masing-masing, namun jangan lupakan jasa beliau yang tak terhingga. Mungkin saja selama ini ia belum bisa memberikan setiap apa yang kita mau, namun yang pasti ia selalu memberikan apa yang ia miliki. Untuk kita yang belum dipertemukan dengan sosok lelaki pendamping, berharaplah dan berdoalah agar lelaki yang akan bersama kita adalah sosok yang tulus menerima kita layaknya ayah kita yang penuh kasih sayang. Karena sejatinya lelaki adalah pemimpin dan pelindung bagi wanita. Di balik tegasnya ada kasih sayang yang tulus, kerja keras yang ikhlas dan yang pasti kita semua mengatakan bahwa “ayahku pahlawanku.”




Mahasiswi STIBA Makassar angkatan 2018

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
 Manusia Hebat  For You ..... Teruntuk jiwa yang selalu kuat di tiap keadaan. Hi? Sudah bersyukur belum kamu untuk kemarin dan hari ini? Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu bahkan sedang terluka? Sedang sedih? Bahkan lupa bersyukur? Dan sayang sama diri sendiri? Aku cuman mau bilang gini, semua ada takarannya masing-masing loh, kamu nggak mungkin bahagia selalu, dan juga tidak mungkin akan sedih terus. Anggap saja semua masalah itu bagian dari jalan kehidupan yang akan membuat kamu jadi dewasa. Kalau manusia yang lain tidak pernah bisa bikin kamu bahagia, jangan lupa kamu punya penciptamu ada Allah yang selalu bersamamu dan ada dirimu sendiri. Allah tidak akan pernah buat kamu kecewa, olehnya jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, ya. Senyum yah, senyum yang lebar. Kalaupun kamu merasa capek wajar kok, tidak masalah, itu suatu hal yang wajar dialami oleh semua manusia. Katakan pada dirimu kamu itu sempurna, ciptakan bahagiamu jangan tunggu dan berharap dari orang lai...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...