Manusia hidup dari nyawa. Saat 120 hari dalam kandungan ibu, Allah telah mengirimkan ruh untuk bernafas, tinggal nyaman dalam rahim sebagai dinding kokoh rumahnya. Mampu mendengar segala apa yang didengar oleh ibunya, dan merasakan segala perasaan ibunya.
Hari berganti bulan, sang ibu tak sabar menanti kedatangan buah hati tercinta yang telah ia siapkan sebuah nama yang indah, tak sabar untuk menatap wajahnya untuk pertama kali, dan berharap ia akan kuat menjalani kehidupan yang kadang diterpa angin kemalangan.
Sudah ibu siapkan sepatu yang paling kokoh, doa-doa.
Hari pertama, kamu lahir sebagai seorang manusia, yang berarti tinta takdir telah mengering. Rezeki, jodoh, kematian, semua telah ditulis oleh Sang Pencipta di dalam catatan-Nya yang paling mulia. Malaikat pencatat amal kebaikan dan keburukan telah siap menjalani tugasnya untuk mengawasi dan mendampingi hari-hari yang akan kamu lalui.
Hari kedua, orang-orang datang menjengukmu dengan suka ria, membelai lembut pipimu, memuji bahwa betapa sempurnanya makhluk ciptaan Tuhan. Kiriman doa-doa melayang di telingamu yang mungkin akan kamu amini diam-diam dengan satu kedipan mata yang membuat orang-orang kembali tertawa.
Malam-malam panjang lewat dengan bisingnya suara tangismu, kamu tidak ingin jauh dari pelukan ibu. Sesekali wajah ayah akan muncul di hadapanmu, kamu mengenalnya sebab suaranya sangat akrab di pendengaranmu yang kerap kali menemani di malam hari sebelum tertidur, atau waktu siang selepas ayah pulang kerja yang bercerita denganmu agar dapat mengusir lelahnya.
Namun, kamu masih bertanya-tanya, melihat dunia dengan penuh kebingungan, tentang apa yang akan kamu lakukan di tempat ini, tentang bagaimana kamu akan melewati hari-hari, bahkan yang kamu takuti seperti apa mempertanggung jawabkan hidup ini, sebab saat di depan Ilahi kamu sudah berjanji akan menjaga Nama-Nya.
Hari-hari bergerak maju, terlalu cepat bahkan kamu tidak mampu menghitung sudah hari ke berapa hidup di dunia. Siang dan malam ibu tidak pernah absen menemani tangis-tangismu, bercerita lucu agar kamu berhenti menangis yang bahkan kamu sama sekali tidak mengerti apa yang sedang ia katakan. Kamu hanya tahu kalau ibu adalah wanita tercantik yang pertama kali kamu lihat di dunia seperti bidadari tak bersayap yang mungkin pernah kamu temui atas izin-Nya sebelum kamu terlahir di dunia.
Tahun berganti, kamu semakin mengenal kehidupan satu persatu. Bahwa ternyata waktu yang kamu miliki untuk tinggal di bumi hanya sementara. Kini hidupmu layaknya manusia yang mulai tumbuh dari kanak-kanak, memulai sekolah, bertemu teman-teman baru yang awalnya kamu takut karena kenakalan mereka, mengenal dunia pelajaran, guru-guru yang katamu masih kalah lembut dari malaikat tak bersayapmu. Karena itulah kamu terkadang akan menangis jika ibu tak menungguimu hingga selesai waktu pembelajaran di sekolah, dan tak ada pilihan, ibu menunggumu hingga berakhir taman kanak-kanak. Ibu tersenyum penuh haru menyambutmu tumbuh dewasa.
Kehidupan telah mengajarkan ketabahan tentang apa yang kamu gapai dan yang tidak bisa tergapai bahkan sebelum ia dapat dimimpikan.
Umurmu semakin beranjak dewasa, hidup selama 20 tahun bukanlah waktu singkat, banyak kecewa yang pernah terlewati, perasaan marah, penyesalan yang dalam, benci yang teramat pada diri sendiri bahkan orang lain, hampir putus asa, atau mungkin saat menyerah untuk hidup. Ternyata tinggal di bumi bisa membuatmu terluka bahkan tidak hanya sekali, berkali-kali hingga kamu tak mampu lagi membendung tangis yang kadang kamu pendam sendirian, hingga di ujung malam yang sepi kamu menangis sejadi-jadinya, mempertanyakan hidup yang terlalu berat untuk kamu pikul.
Hidup memang kejam, tak jarang kamu dibuat babak-belur karenanya. Apa lagi saat hari kehilangan datang bertubi-tubi dalam hidupmu, kamu sudah tidak tahu berapa ratus tisu yang habis untuk menghapus air matamu namun tidak mampu mengobati lukamu. Hari-hari semakin hampa, teman yang semakin berkurang sebab kamu terlalu menutup diri.
Tak jarang kamu selalu mencari kesyukuran, sisi lain yang masih bisa membuatmu sedikit tenang. Ayah yang bekerja siang malam sesekali menguras semua kekuatanmu untuk tidak menahan lagi sesak di dada. Ibu yang masih menjadi pendengar setia dari semua keluh kesahmu, dan adik yang kadang kamu ajak berbagi cerita. Keluarga yang sederhana dan kamu mensyukurinya, rumah awal tempatmu hidup, kamu bisa pulang kapan saja.
Bukankah masih banyak hal-hal yang mampu disyukuri sekali lagi?
Nyawa, kamu masih bernyawa. Kamu tahu, tinta takdir sudah mengering tapi kamu tahu pula ada beberapa yang masih bisa diganti dengan cerita lebih indah, mungkin dengan begitu mampu membuatmu tertawa seperti masa kecil dulu.
Namun perlu kamu ingat rintangan dan kerikil kehidupan itulah jalanmu untuk mencari makna hidup yang tak dijumpai oleh orang-orang yang berkecukupan lagi bertahta yang bisa kapan saja memesan bahagia.
Hidup telah mengajarkanmu bahwa tempat pulang paling nyaman untuk berkisah tentang segala yang tak mampu diterima manusia adalah pada sajadah paling wangi yang menyimpan keringnya air matamu.
Ada Allah yang menanti setiap sujudmu, setiap rayu dengan segala harapan bahwa hanya Allah yang dapat menolongmu. Dia yang menciptakanmu Dia pula yang paling tahu jalan keluar dari setiap masalahmu.
Kamu masih bernyawa, dengan segala kemampuan yang Allah beri untuk menjadikanmu sebaik-baik ciptaan-Nya, dengan kemampuan berpikir yang menyerap informasi lebih cepat dari 430km/jam, dengan Kitab Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk hidup paling agung yang di turunkan langsung oleh Sang Pencipta melalui Nabi yang mulia.
Bernyawa, kembali mengajarkanmu arti dari kehidupan yang penuh dengan rintangan untuk menjadikanmu lebih dekat dengan-Nya, sebab mana mungkin Allah pikulkan ribuan masalah jika pundakmu tidak akan kuat menerimanya. Kamu hidup menjadi manusia yang tumbuh dari saat tak membawa nama, sampai berbagai kisah kehidupan mengembalikanmu pada tempat pulang yang sebenarnya, saat semua yang kamu usahakan akan menjadi saksi setiap perbuatan.
Kamu masih bernyawa, kita masih bernyawa, yang berarti masih memiliki kesempatan untuk hidup, mencari lagi amal-amal kebaikan. Izinkanlah semua luka untuk mengering bersama hari yang terus berganti, tak perlu lagi menyesali apa yang sudah terjadi, sebab semua yang di bumi akan berlalu. Tangis dan segala kehilangan biarlah menjadi kamar yang pernah kamu huni, untuk kembali mencari kekuatan melanjutkan hidup sebagai cerita yang akan terus memberi pelajaran yang melatihmu agar mampu menjadi khalifah di muka bumi.
Selangkah demi langkah kamu mengerti, lalu menggantikan perjuangan ayah dan ibu. Perlahan menutup semua luka untuk kembali hidup mengejar cita-cita tertinggimu, apa pun itu. Sampai kita kembali, semoga luka-luka itu telah menghapus dosa-dosa, dan juga semoga Allah ridha menatap wajah yang penuh debu.
_knsa
Mahasiwi Putri STIBA Makassar Angkatan 2019

Komentar
Posting Komentar