Teras Pencari Tuhan
Ini mungkin bukan kisah tentangku, atau bukan pula tentangmu. Bisa jadi ini tentang seseorang dari teman dekatmu, atau tentang yang sedang menjadi kenalanmu. Bahkan mungkin ini kisah tentang seseorang yang dulu pernah kamu kenal. Siapa pun dia yang serupa dalam tulisan ini, siapapun dia yang sempat membacanya, semoga ada kebaikan yang terselip dalam hati kecilmu.
Bertahun-tahun waktu menghabiskan hidupnya, jatuh bangun tak terhitung lagi jumlahnya, kehilangan yang berkali-kali terus melatih dirinya untuk bangkit sendiri, ya, sendirian saja. Satu persatu kegagalan menghampiri, seakan dunia terasa begitu sempit untuk ditinggali oleh satu manusia yang selalu menyalahkan diri sendiri, memarahi keadaan, kecewa dari semua perjuangan yang sudah-sudah.
Kota, rumah, kampus, tempat kerja, taman, cafe, bahkan ruangan putih pasi kerap dijadikannya teman bertanya tentang arti kehidupan. Untuk apa? Mengapa? Bagaimana? Ke mana? Apa tujuan hidup? Apa balasan dari semua kegagalan, mengapa ada harus ada bahagia jika ternyata selalu kesedihan yang datang mengetuk pintu itu? Di mana Tuhan saat dirinya sendiri dalam kegelapan dari semua cobaan kehidupan? Pertanyaan dari semua perjalanan hidup yang belum menemukan arti dari setiap langkah yang sudah terpijak. Di teras itu pencari Tuhan berbicara pada hati tentang bagaimana keimanan menjadi jalan setapak yang sedang bertamu dalam rumah gelapnya.
Waktu berganti lebih cepat dari kedipan mata, tanpa jeda. Kerap kali ia dikagetkan dengan pergantian tahun ke tahun. Kehilangan dari kehilangan, yang selalu membingungkan ke mana perginya seseorang yang tidak lagi hidup di dunia? Tak jarang kata akhirat sebagai tempat pulang hinggap ditelinganya dari seorang muslim berwajah teduh menafsirkan kebingungan. Jika semua manusia akan pulang menghadap Penciptanya lalu untuk apa mereka hidup jika pada akhirnya akan mati?
Langit biru dengan awan putih yang kadang kala berubah mendung dan berganti hujan, siang dan malam yang entah seperti apa pergerakannya, ia tak peduli bahkan luput menyadari bahwa ada garis Tangan Tuhan dalam mengatur setiap kehidupan yang sedang ia jalani. Hidup telah melatih untuk membuatnya semakin berambisi keluar dari semua kegagalan, bangkit dari segala keterpurukan hidup. Bekerja dan belajar menjadi kebiasaannya menghabiskan hari-hari, mengarahkan semua kemampuan untuk mencapai target kesuksesan dunia. Malam yang dihabiskan dengan buku-buku, siang untuk bekerja memenuhi kehidupan.
Hingga pada saat semua telah tiba masanya, lelah berbalas kemenangan yang selama ini dikejarnya tergapai dalam genggaman. Merasa diri mampu mengatur semua, tetapi ketenangan yang diinginkan ternyata tidak datang dari suksesnya dunia dan tergapainya segala mimpi. Ia merasa kurang, kosong, tak bernama, hidup seakan terus memakan kesia-siaan. Sampai cahaya keimanan itu terasa hadir dengan rasa iri dalam hatinya kadang tak tertandingi ketika melihat seorang muslim yang mempunyai tempat mengadu dari segala keletihan dunia, mempunyai tempat berdoa dari semua keinginan, mereka menyebutnya Rabb semesta alam.
Kekosongan dalam diri, ketenangan hidup yang diinginkan para pencari Tuhan ada pada kata itu sendiri. Tuhan, ia hanya butuh Tuhan untuk merasa hidup, untuk merasakan keimanan. Dalam hati kecilnya kerap kali berbisik, mungkin ketenangan dari pembawaan seorang muslim adalah karena ia bersujud dengan penuh penghambaan pada Tuhannya, mungkin kerendahan hati dan keanggunan akhlak dari seorang muslim karena kesederhanaannya berdoa pada Tuhan, ketulusan mereka dalam menolong seorang teman mungkin karena janji kebaikan dari Tuhannya, mungkin kesabaran mereka ketika mendapat ujian hidup tidak menyalahkan apa-apa dan siapa-siapa adalah karena mereka percaya ada balasan terbaik dari Tuhannya, bahkan kesyukuran dari kebahagiaannya adalah karena Tuhannya. Semua permasalahan hidup yang dialami seorang muslim adalah kebaikan.
Ia teringat kalimat dari sebuah buku, jika kamu ingin belajar tentang Islam, hilangkan semua prasangka buruk sebab Islam adalah agama yang indah, agama yang murni. Semua luka kehidupan yang telah berganti keberhasilan, apakah itu dari Tuhan?
Seketika ia merasakan kehadiran Tuhan, merasakan cahaya ketenangan masuk ke dalam hatinya yang penuh dengan kekelaman. Perjalanan mencari keimanan bukanlah perkara mudah, ada ribuan penolakan batin yang mungkin saja terjadi. Tetapi ia tidak sedang mencari agama paling mudah tetapi paling benar.
Perjalanan mencari keimanan kembali mengajarkannya. Ada banyak hal yang tidak serta merta terjadi dengan kehendak diri sendiri. Cahaya keimanan itu menjenguknya, Islam namanya. Semua pertanyaan yang pernah membutuhkan jawaban itu tuntaslah sudah ia perlahan melangkahkan kaki menjemput hidayah keimanan. Hingga kehidupan hari ini tidak lain sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya bahwa setiap kesakitan, kebahagiaan, pengorbanan dan perjuangan adalah akan kembali ke Hadapan-Nya.
”Islam adalah agama yang damai dan akan membuatmu merasakan ketenangan ketika mengikuti segala syariat di dalamnya.”
Tuhan...
Betapa jahiliyahnya aku
Begitu kecil dan tak berdayanya diri ini
Melupakan-Mu, tidak berusaha mengenal-Mu selama ini,
lalu merasakan bahwa diri ini adalah yang paling hebat, paling bisa mengatasi semua masalah
tanpa-Mu aku menganggap hidup baik-baik,
tanpa-Mu aku pernah menganggap hidup akan selalu bahagia
tapi Tuhan...
sesak ini benar-benar terasa
perih ini seakan menusuk dada
mungkinkah aku terjebak dalam kesesatan yang nyata dalam mengenalmu
Tuhan. Allah. Rabb. Atau apapun Nama-Mu...
Jika agama Islam ini adalah jalanku, takdirku, perkenankanlah aku masuk ke dalamnya
Dengan kekuatan hati yang sempurna, dengan keyakinan yang tidak akan pernah kukhianati.
Mahasiswi Putri STIBA Makassar Angkatan 2019

Maasyaa Allah💙🤗
BalasHapus