Kusebut Ibu
Setengah sadar mata melirik ke kiri
Sosok paruh baya menghadap cermin
Merapikan jilbab tanpa bersolek
Berbalik arah menuju pintu keluar
Pagi hari tumpukan piring menemani
Debu dan pasir disapu berulang kali
Ada sakit tapi tak memilih menepi
Sungguh tak berguna daku sejak dini
Dulu sepiring berdua adalah aktivitas paling berarti
Sekarang tak sama serta waktu yang berbeda
kita makan bersama bincang dan debat
Ibu baik jika ada uang jajan, kemudian kita tertawa
Telah dewasa si Dini yang kecil itu
Telah berakal si Dini yang kecil itu
Telah jauh si Dini yang kecil itu
Tersisa bayang dan sepasang sepatu
Ibu rindu
Menjelang sore kelapa itu di parut, diperas dan dipisah dari yang lainnya
Sekilo terigu dan beberapa butir telur untuk lima puluh ribu esok hari
Ku sebut ibu, mata yang menangis tapi sembunyi
Amarah membara tapi tetap sembunyi
Kesulitan semakin mencekik tapi masih saja sembunyi
Masih saja setia menanti bunyi, berita pulangnya seorang bayi
Kusebut ibu, pukul sebelas yang terbilang larut
Tak kunjung tidur padahal mata mulai cemberut
Menunggu putri yang pernah tinggal di dalam perut
Ditemani bisikan angin ribut
"Ibu kenapa?" Tanyaku
Semoga besok adalah hari baik, semoga besok Aku bisa melukmu.
Sahabat Pena
Mahasiswi Putri Stiba Makassar angkatan 2018
Komentar
Posting Komentar