Sebuah kisah nyata yang terjadi 10 tahun yang lalu, selamat membaca dan semoga dapat bermanfaat.
يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك, يا مصرف القلوب اصرف قلوبنا الى طاعتك
Wahai dzat yang membolak balikan hati, kokohkanlah hati hati kami di atas agamaMu , wahai dzat yang maha mengarah arahkan hati, arahkan hati kami untuk menaati agamaMu.
Doa yang selalu menemani hidupnya, memohon semoga Allah menganugrahkan keistiqamaan hinggah akhir hayatnya
Seorang pejuang dakwah yang nyata. Dia dari keluarga yang sangat jauh dari ajaran-ajaran islam, perbuatan syirik dilakukan ayahnya hampir setiap hari. Menjadi seseorang yang awam akan agama membawanya dalam bebasnya pergaulan pacaran pun menjadi hal yang biasa dan sangat wajar baginya, waktu pun berlalu hingga akhirnya ia harus berpindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan di jenjang perkuliahan. Ia menjalani hidupnya sendiri jauh dari keluarga, menghabiskan hari-harinya dengan kesibukan kuliah, hinggah suatu saat ia mulai mengenal dan ikut hadir dalam majelis-majelis ilmu. Dia tersadar bahwa hidayah Allah telah mengubah hidupnya, hatinya merasakan apa yang tak pernah ia rasakan ada perasaan yang tak bisa ia jelaskan mungkin inilah yang dinamakan nikmat iman.
Gadis itu memtuskan untuk berhijrah menjadi lebih baik dari sebelumnya, mengubah segala apa yang harus ia ubah. Dari pakaian yang dulunya sangat gemar mengenakan pakaian yang membentuk lekuk tubuhnya, kini… ia terbiasa dengan balutan pakaian syar’i, ia juga mulai sadar akan larangan keras islam tentang pacaran bahkan ia bersikap keras untuk setiap laki-laki yang mencoba untuk mendekatinya.
Sampai suatu hari dia diberikan cobaan seorang laki-laki yang bersikeras untuk menjadikannya sebagai pacar, laki-laki mengirimkannya sebuah cincin dan beberapa pakaian tapi ia menolaknya dan mengembalikannya. Pernah suatu ketika ia berjalan menuju kampus dan bertemu lagi dengan laki-laki itu. Laki-laki itu mencoba menahannya dan menghalang-halangi jalannya, kecuali jika ia mau menerima cintanya dan menjadikannya sebagai pacar. Entah apa yang ada di benak laki-laki itu. Tapi ia percaya dengan pertolongan Allah, benar saja ia akhirnya bisa bebas dari kekangan dan paksaan laki-laki itu.
Pagi itu ia akan pulang ke kampung halamannya untuk Liburan, yang ada di benaknya saat itu hanya satu “bagaimana dengan keluarganya? apakah mereka akan menerima keadaannya yang sekarang? Melihat penampilannya yang sangat jauh dari dia yang dulu.” Berbalut pakaian syar’i dengan jilbab yang menjulur panjang ke bawah.
Tok..tok..tok.. ibu.. katanya.
Ibunya membuka pintu dan… seperti dugaannya ibu sangat syok dan sangat tidak ingin menerima perubahannya itu.
Bagaimana dengan ayahnya? Laki-laki yang selama ini sangat menyayanginya dan selalu memanjakannya? Kini hubungannya dan ayahnya bagaikan anak tiri yang tak pernah dianggap kehadirannya, kehilangan perhatian dari keluarga itu sangat menyakitkan. Berulang kali ia membujuk ibunya dan berulang kali juga bentakan ibu kepadanya “kamu dapat aliran dari mana?!!, ibu itu udah lahir duluan jadi lebih tau mana yang baik dan mana yang buruk!!” kata ibunya dengan suara keras. Bukan hanya ibu dan ayahnya, bahkan seluruh keluarga pun tak ada yang mau menerimanya saat itu, tak ada yang mendengarkan teriakan dakwahnya.
Berulang kali juga dia mencoba menasehati ayah dan ibunya, mengajarkan mereka tentang bagaimana mulianya islam, bagaimana islam sangat melarang perbuatan syirik. Namun hasilnya nihil. Tak ada satupun yang mendengarkan.
Hingga saat itu ia mulai menyerah dengan keadaan, terbesit dalam hatinya “hanya sampai di sini? Kamu katakan ingin berhenti? bagaimana dengan dakwah Rasulullah selama hidupnya? Cacian, hinaan, perilaku yang tak manusiawi beliau dapatkan” sampai ia teringat ketika Fatimah menangis melihat rasulullah di lempari kotoran oleh orang-orang kafir, saat Rasulullah dilempari batu oleh orang-orang laknatullah
Dengan dan keyakinan yang kuat gadis itu tetap pada pendiriannya dakwah adalah jalan hidupnya, kalaupun ia mati biarlah ia mati di jalan dakwah.
Tibalah waktunya ia harus kembali ke kota untuk melanjutkan kuliahnya, ia pun berpamitan kepada ayah dan ibunya dengan mencium tangan mereka meskipun mata orang tuanya tak sedetik pun meliriknya, ia tetap tabah dan berangkat dengan perasaan yang sangat sedih. Hatinya pasti sangat sakit saat itu dua orang yang sangat ia cintai yang menjadi salah satu jalan untuknya menuju surgah tak lagi menginginkan kehadirannya.
Tak terasa 4 tahun berlalu, ia lulus kuliah dengan nilai yang Alhamdulillah sangat memuasakan. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang baik mengajaknya ta’aruf dan bukan berpacaran, niat yang sangat mulia. Melaksanakan sunnah Rasulullah, mereka berencana akan melangsungkan pernikahan sesuai dengan syari’at islam, walaupun di tolak mentah-mentah oleh keluarganya sendiri.
lima bulan berlalu alhamdulillah ia dikaruniai janin yang sudah mencapai 3 bulan, sungguh ia dan suami sangat bahagia kala itu. Mereka menanti nanti kelahiran bayi mereka.
Sore itu ia akan menghadiri sebuah majelis dan berangkat dengan mengendarai motor, tepat dipersimpangan seorang pengendara motor dengan kecepatan tinggi menabraknya hingga jatuh terpental tak sadarkan diri lalu dilarikan ke rumah sakit.
Dalam kamar bercat putih dengan alat bantu pernapasan melekat pada tubuhnya dalam keadaan yang sangat lemah, ia perlahan membuka matanya dan melihat wajah seorang laki-laki yang sedang menggenggam tangannya dan terlihat sangat berusaha menyembunyikan kesedihannya. Yaahh bayi yang selama ini mereka nanti-nanti kelahirannya telah tiada, harapannya untuk bisa menggendong dan merawat bayi kini telah musnah.
Setelah kejadian itu, ia sering jatuh sakit hingga tepat hari kamis setelah adzan subuh Allah memanggilnya untuk kembali dalam keadaan wajah yang sangat cerah. Warga pun terheran- heran dengan apa yang terjadi saat itu Seorang pejuang dakwah yang sesungguhnya, dengan kesabaran, keikhlasan, dan kegigihannya dalam memperjuangkan agama Allah dan bagaimana istiqamahnya dia menjaga imannya ketika cobaan datang silih berganti.
Yang membuatku salut hingga saat ini, ia memang telah tiada tapi dakwahnya membekas hingga kini terutama pada keluarganya. Kepergian gadis itu membuat ibunya tersadar dengan apa yang telah dilakukannya selama ini, ibunya sangat merasa kehilangan dan sangat terpukul.
Ibunya kini mulai hidup dengan ajaran-ajaran islam, menyekolahkan anak-anaknya di bawah atap pesantren berharap mereka bisa dibimbing dengan nilai-nilai religi yang sesuai dengan ajaran islam. Tak satu pun waktu shalat ia tinggalkan, perlahan mulai menerapkan ajaran-ajaran sunnah dalam kehidupannya.
*Mutmainna Anugrah-
Mahasiswi STIBA Putri Makassar angkatan 19

Komentar
Posting Komentar