
2020. Siapa yang menyangka tahun
ini akan begitu “Berbeda”. Pandemi yang mulai meneror diawal tahun kini
benar-benar menampakkan wujudnya. Kenyataan inilah yang bak mimpi buruk,
mengintai setiap dari kita, hingga segala aktifitas harus terhenti sejenak, bukan
hanya di Wuhan saja namun diberbagai penjuru Negeri, hingga Kampus STIBA yang
berada di sudut Kota Makassar pun harus lockdown, pembelajaran beralih daring
dan semuanya kembali ke kampung halaman masing-masing. Siapa yang menyangka ini
akan terjadi? Qadarullah.
Namun.. meski dunia sedang sekarat,
mahasiswi semester 7 justru dalam kobaran semangat. Masing-masing dari mereka
mulai mengajukan judul Skripsinya dengan penuh harap. Tak patah arang meski ada
yang berakhir dengan penolakan “selalu ada kesempatan selama waktu belum
terhenti” “bi iznillah... mari mencoba kembali” 1 judul.. 2 judul.. 3 judul..
hingga ada yang 6 judul diajukan, berharap salah satu dari judul-judul itu
menjadi penelitiannya dipenghujung kuliahnya. Mereka berkutat dengan Kitab para
ulama, jurnal, bahkan tak pernah jauh dari mesin pencarian alternatif demi
referensi.
Waktu melesat jauh. Tak terasa,
setiap dari kami telah berdiri di titik ini. Kilasan memori itu pun terngiang
kembali, gambaran disaat - saat awal memasuki dunia ilmu syar’i, saat langkah
kaki pertama menginjak Kampus STIBA Makassar. Haru dan cemas adalah perasaan
yang mewakili, terutama kami yang tak punya dasar ilmu syar’i. “Mampukah aku?”
“Bagaimana jika.. begini dan begitu?” dan sekelumit pertanyaaan lain yang
selalu datang mengusik disaat itu. Namun kakak tingkat selalu menasehati untuk
tidak cemas, kami hanya perlu bersabar diiringi dengan usaha keras menikmati
semua prosesnya dengan doa.
Hari-hari berlalu seperti merangkak
lambat. Proses adaptasi yang tak instan tentunya, terutama bagi mereka yang
merasakan asrama untuk pertama kalinya. Ada begitu banyak aturan, hidup
berjama’ah, disiplin dan menghafal adalah suatu keharusan. Aku yang dahulu
sering termanggu menatap mereka yang menghafal Al-Qur’an dengan cepat mutqin,
berbahasa Arab dengan fasih, dan mereka yang mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan mudah tak menyangka kini mulai merasakan apa yang
dahulu kukagumi itu. Jika bukan karena rahmat dari Allah dan doa tulus kedua
orangtua, tentu semua itu adalah kemustahilan untukku. Sekali lagi, aku sangat
bersyukur..Alhamdulillah
Sekali lagi.. semuanya butuh proses
yang tak instan, setingkat demi setingkat. Kadangkala harus bertengkar dengan
batin sendiri, manangis, merasa lemah.. saat mereka terlihat melambung jauh
kedepan dan aku masih disini terpaku dengan berbagai hal-hal yang kubingungi.
Saat hal yang sama engkau rasakan cobalah untuk memberanikan diri bertanya dan
meminta bantuan, karena mereka tidak akan membiarkan dirimu tertinggal
sendirian. Selalu ada tangan yang merangkul saat hal-hal baik engkau usahakan.
Yah.. itulah yang kurasakan.
Pelan tapi pasti, setiap dari kami
membiasakan diri. Semua yang awalnya keterpaksaan mulai menjadi kebiasaan
terlebih sebuah kenikmatan. Menuntut ilmu menjadi bak sebuah oase ditengah
gurun. Menghilangkan dahaga kejahiliyaan. Talaqqi langsung kepada para
ustadzaat dan asatidzah menjadi sebuah momen yang sangat ditunggu. Bisa
mendengar para guru berbahasa Arab dengan sangat baik, menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari mereka dan langsung diperbaiki jika melakukan
kesalahan, meluruskan berbagai kebingungan. Masya Allah, Benar-benar suatu
nikmat yang tak bisa terlukis dengan sajak terbaik sekalipun.
Hingga detik ini, dikampung halaman
masing-masing, disemester yang tak lama lagi, kami masih berharap bisa kembali
menikmati momen yang sama di lingkungan yang penuh nilai islami, ingin menjejak
lagi perasaan saat pertama kali hidayah datang menghampiri.
Hai.. kalian yang baru saja menjadi keluarga kami “ahlan wa
sahlan” selamat datang di Keluarga Besar Ini. Mungkin beberapa dari kalian
merasa ini adalah hal yang baru, maka jangan pernah takut dan cemas untuk
melangkah. Satu hal yang harus kalian tekankan bahwa ini adalah suatu
kenikmatan yang patut diperjuangkan dan hanya orang-orang istimewa yang bisa
merasaknnya. Saat satu tingkat telah terlewati dan kalian mulai dipercayakan
memegang suatu amanah apapun itu maka jangan menganggapnya beban, sebab hanya
orang-orang terpilih yang dipercayakan dan kalian telah istimewa sejak awal.
Hadapi segalanya dengan rasa syukur dan penuh cinta.
Semoga pandemi ini segera berlalu..
hingga kita dipertemukan tanpa rasa khawatir untuk saling berjabat tangan dan
berpelukan..
Dari saudarimu yang biasa-biasa
saja
NJ&NH
Mahasiswi STIBA Putri Makassar (Angkatan 17)
Komentar
Posting Komentar