Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025
  Sibuk Sekarang, Rindu Kemudian (Wahana Sakhwa) Kadang aku bertanya pada diri sendiri: “Kenapa ya, hidup di asrama rasanya capek banget?” Subuh dibangunkan untuk salat, dilanjut tahfidz yaumiyah , lalu kuliah. Belum lagi kegiatan kampus, tugas, musyawarah , piket harian, sampai  terkadang... menangis diam-diam di ranjang sambil berpikir, “Hidup ini kenapa sibuk banget yah?” Namun, di tengah semua itu, aku tetap menjalani semuanya.  Karena aku tahu, semua ini akan selesai. Karena aku percaya, di balik kesibukan ini, ada proses yang sedang membentuk aku. Dan meskipun berat aku tidak sendiri. Hawa nafsu kadang mengajak istirahat sampai kebablasan, entah mengajak tidur saat ada kegiatan yang seharusnya dihadiri, atau menunda-nunda tugas yang ada. Terkadang aku kalah. Tapi, ada juga hari-hari di mana aku menang melawannya. Dan kemenangan dari melawan hawa nafsu itu rasanya sangat tenang. Istiqamah memang tidak pernah mudah, tapi setiap kali kita berhasil menahan diri ...
  Menjadikannya Pelita di Setiap Langkah (Alya To’oly) Dalam kehidupan yang dipenuhi hiruk-pikuk dunia, Al-Qur’an hadir bukan sekadar sebagai bacaan suci yang dilantunkan di waktu-waktu tertentu, tapi sebagai cahaya yang membimbing hati, akal, dan perbuatan. Ia adalah surat cinta dari Allah kepada hamba-Nya—penuh petunjuk, rahmat, dan ketenangan bagi siapa saja yang mau mendekat. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk direnungi, dijadikan teman harian, dan dicintai dengan seluruh hati. Rasulullah ﷺ telah menunjukkan kepada kita bahwa Al-Qur’an bukan sekadar teks yang dihafal, melainkan kehidupan yang dijalani. Akhlak beliau adalah perwujudan dari isi Al-Qur’an itu sendiri. Maka hidup yang terikat dengan Al-Qur’an adalah hidup yang sarat makna: di setiap langkah, ada tuntunan; di setiap keresahan, ada penenang; dan dalam setiap pilihan, ada cahaya yang menunjukkan mana jalan yang Allah ridai. Memang tidak selalu mudah untuk menjaga hubungan yang konsisten dengan Al-...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...