Langsung ke konten utama

 Ilmu Dulu atau Makan Dulu?

(Cinta Febrianty Idham)

Kupikir hari-hari MID semester hanya akan diisi dengan belajar dan merangkum materi. Ternyata ada hal yang sedang ribut dibicarakan orang-orang di balik layar yang kugulir setiap hari yaitu ‘Bonus Demografi.’ Di mana bonus ini terdengar begitu menggiurkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Kata Ferry Irwandi di kanal Youtubenya, “negara-negara adidaya rela melakukan apa saja demi mengejar bonus demografi ini, sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk 284 juta jiwa sedang mengalami hal ini hingga beberapa tahun ke depan.”

Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk 284 juta jiwa, seluas hampir 2000 km². Kekayaan alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke, dari lautan dalam hingga daratan yang kaya. Tentu semua orang punya harapan yang besar tentang bonus demografi ini. Bonus demografi ini berarti bahwa lebih dari setengah penduduk di Indonesia ini sedang berada di usia produktif yaitu sekitar 15-64 tahun, maka lebih banyak yang menanggung beban dibanding beban yang ditanggung. Tentunya kita semua berharap bahwa bonus ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin, i hope soo.

Sebenarnya pemanfaatan bonus demografi yang maksimal juga bergantung pada kualitas penduduk negara tersebut. Namun entah jalan mana yang akan dipilih wakil rakyat kita dalam menyongsong bonus ini.

Saya pikir kualitas penduduk juga berkaitan erat pada bacaan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Namun boro-boro mengonsumsi, harga yang selangit menjadi dinding besar antara kita dan ilmu pengetahuan. Tidak heran tingkat literasi kita termasuk yang paling rendah, karena rasanya memiliki buku adalah kemewahan di negara ini, buku yang lebih mahal dari uang makan untuk 2 hari tentu akan dikesampingkan. Terlebih lagi bagi masyarakat tak berpenghasilan seperti kami alias pelajar, membeli buku bukan keputusan yang ringan karena rasanya membaca buku itu bukan kebiasaan, namun perjuangan. Menyisikan uang jajan yang tak seberapa membuat perlahan pengetahuan menjauh dari yang paling membutuhkan.

Bukan karena wakil presiden kita tidak membaca, lantas kita juga tidak membaca. Namun bukulah yang berada di luar jangkauan kita. Jangan sampai guru dan dosen kita juga menunda membeli buku, jangan sampai pengajar harus dihadapkan pada pilihan: buku atau hidup?

Dengan perkembangan teknologi saat ini, seharusnya tidak menjadi alasan rendahnya minat  membaca di lingkungan masyarakat. Sampai kapan teknologi menjadi alasan kita untuk tidak membaca? Justru seharusnya pemerintah mengambil andil dalam beriringannya teknologi dan minat baca, contohnya pengoptimalan kerja perpustakaan luring dan daring, atau bahkan subsidi buku agar harga lebih terjangkau. Nyatanya justru iPerpusnas ikut mendapat imbas efisiensi. Padahal, banyak cara untuk memasak telur, demikian pula banyak jalan meningkatkan literasi jika kita memang memiliki kemauan.

Tak heran kita lebih akrab dengan hiburan teknologi yang bergulir di layar dibandingkan bapak pendidikan Indonesia. Anak kecil yang seharusnya membaca kini sibuk menggulirkan jemari di layar ponsel. Pemimpin seakan menutup mata dari kebutuhan rakyat yang menghujam di negara ini.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Dari Sudut Pandang Dia Kereta perjalanan akan segera berhenti di stasiun berikutnya, semakin dekat, semakin gelisah rasanya... Ada rasa sedih karena akan   berpisah dengan mereka, entah mengapa rasanya singkat, seakan perjalanan sangat cepat kulalui... Rasanya baru kemarin aku singgah di kereta perjalanan dakwah ini, rasanya baru kemarin aku ingin sekali turun di stasiun berikutnya, rasanya aku merasa asing dengan mereka, rasanya ada banyak rasa yang tercipta selama membersamai mereka, ternyata ada banyak hal baru yang kulalui bersama mereka, makan bersama, belajar bersama, jatuh dan bangun bersama... LPJA sebentar lagi, ingin rasanya membersamai lebih lama, namun ada hal lain yang harus kucapai di perjalanan ini, ada banyak amanah, namun harus memilih setelah banyak pertimbangan, pun kemarin sangat ingin menyudahi, terlebih partner sudah lebih dulu memilih berhenti dari perjalanan, namun ada beberapa orang yang akhirnya menjadi alasan bertahan di sini, diapun sebent...
 Manusia Hebat  For You ..... Teruntuk jiwa yang selalu kuat di tiap keadaan. Hi? Sudah bersyukur belum kamu untuk kemarin dan hari ini? Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu bahkan sedang terluka? Sedang sedih? Bahkan lupa bersyukur? Dan sayang sama diri sendiri? Aku cuman mau bilang gini, semua ada takarannya masing-masing loh, kamu nggak mungkin bahagia selalu, dan juga tidak mungkin akan sedih terus. Anggap saja semua masalah itu bagian dari jalan kehidupan yang akan membuat kamu jadi dewasa. Kalau manusia yang lain tidak pernah bisa bikin kamu bahagia, jangan lupa kamu punya penciptamu ada Allah yang selalu bersamamu dan ada dirimu sendiri. Allah tidak akan pernah buat kamu kecewa, olehnya jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, ya. Senyum yah, senyum yang lebar. Kalaupun kamu merasa capek wajar kok, tidak masalah, itu suatu hal yang wajar dialami oleh semua manusia. Katakan pada dirimu kamu itu sempurna, ciptakan bahagiamu jangan tunggu dan berharap dari orang lai...
  Ibu Tak Perlu Sayap untuk Menjadi Malaikat (Kaderia) Ibu, setiap kali aku bercerita tentangmu, air mataku tak mampu kubendung. Ia jatuh begitu saja, tanpa aba-aba, saat aku mengenang segala kerja kerasmu, rasa sakitmu, dan perjuanganmu demi anak-anakmu. Ibu, aku menulis ini bukan karena aku sedih tapi karena aku sangat bangga memiliki sosok sepertimu, mungkin dunia tak tahu betapa hebatnya dirimu dalam mengusahakan segalanya demi kebahagiaanku. Hai, teman-teman... Izinkan aku bercerita sedikit tentang malaikat tanpa sayap yang kumiliki. Dia bukan wanita karier, bukan pula pejabat, ia adalah ibu rumah tangga biasa yang luar biasa. Ketangguhannya tak bisa diukur hanya dari status atau jabatan, melainkan dari kasih sayang dan pengorbanan yang tak ternilai. Setiap pagi, ia memulai harinya lebih awal dari siapa pun di rumah. Sarapan disiapkan dengan telaten, memastikan keluarganya memulai hari dengan penuh energi. Begitu anak-anaknya melangkah ke sekolah, ia tak lantas beris...