Pendidikan
Sebagai salah satu mahasiswa di bidang
Pendidikan tentunya isu-isu mengenai pendidikan di negara tercinta sudah bukan
lagi hal yang baru bagi saya. Dengan segala ketertarikan yang saya punya untuk education
system di Indonesia berikut ini rangkuman singkat yang dapat saya kemukakan
untuk pembaca setia Blog Jurnalistik Putri STIBA Makassar. Mengenai rendahnya
kualitas guru ini yang sudah bukan rahasia lagi di Indonesia dan saya yakin
para petinggi negara juga menyadari kenyataan ini tetapi seakan-akan mereka
menutup mata dari ini semua.
Menurut survey dari PERC (Politic and Economic Risk Consulton),
kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan terakhir yaitu urutan ke-12
dari 12 negara di Asia. Salah satu yang menyebabkan rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Hasil dari uji
kompetensi guru tahun 2021 sampai 2015, sekitar 81% guru di Indonesia bahkan
tidak mencapai nilai minimum. Dari hasil data tersebut menggambarkan bahwa
kapabilitas dan kuantitas tenaga pengajar yang tidak kompetensi tentunya akan
berdampak pada kualitas pendidik.
Berdasarkan penelitian di Harvard, Indonesia memerlukan hingga 128
tahun untuk mengejar ketertinggalan kualitas pendidikan dengan negara maju.
Untuk mengubah kualitas guru saat ini, dibutuhkan banyak waktu.
Lalu apa masalahnya? Apa yang menyebabkan para guru-guru kami ini memiliki kualitas seperti
ini? Berikut tiga besar masalah yang dialami yang dapat saya rangkum secara
singkat.
1. Beban administrasi
Persoalan administrasi guru sebetulnya bukanlah isu baru dalam
dunia Pendidikan di Indonesia, bahkan dalam perhelatan pemilihan
presiden sebelumnya, Tahun 2019, juga sudah mencuat. Namun tampaknya sampai saat
inipun belum ada titik terangnya.
Akibatnya guru-guru yang seharusnya mempersiapkan pelajaran sebelum
memulai proses belajar mengajar malah tersibukkan dengan tugas administrasi
yang tanpa akhir, maka dengan itu mereka masuk ke kelas tanpa mempersiapkan
persiapan apapun mengenai yang akan mereka ajarkan saat itu. Dengan keadaan yang terus berlanjut ini
tentu saja akan mempengaruhi kualitas
anak didik di indonesia.
Dikutip dari Kompasiana Fakta bahwa anak-anak Indonesia ternyata
hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan yang mereka baca dan ternyata
mereka sulit menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran, ini
disebabkan oleh para siswa telah terbiasa dengan sistem menghapal tanpa
memahami apa yang mereka hapalkan tersebut.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa Gap of knowlage pemahaman
literasi tingkat sarjana kita jika dibandingkan dengan tingkat SMP oleh negara
Jerman lebih rendah dibandingkan siswa SMP di sana dan ini sekali lagi
menyatakan ketertinggalan kita dalam bidang Pendidikan.
2. Standar negara kita
Pada dasarnya setiap negara akan selalu menentukan standar yang baik
bagi setiap bidang di negara tersebut, dan sama halnya dengan Indonesia yang
juga memiliki standat yang baik dalam kualitas pendidiknya tetapi nampaknya ini
diabaikan begitu saja.
Hasil
uji kompetensi guru tahun 2021 sampai 2015 menunjukkan bahwa sekitar 81% guru
di Indonesia tidak mencapai nilai minimum. Hasil UN tahun 2022 juga menunjukkan
bahwa rata-rata nilai guru di Indonesia adalah 54,6 yang masih di bawah standar
minimal yaitu 55. Hasil PISA tahun 2022 juga menempatkan Indonesia
pada peringkat ke-72 dari 79 negara yang berpartisipasi, pada urutan terakhir
yaitu urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Tak dapat dipungkiri buruknya kualifikasi guru-guru ini berdampak
besar pada kualitas pendidikan yang dididiknya, jika dihubungkan pada poin
sebelumnya yaitu banyaknya beban asministrasi yang membuat guru-guru kita tidak
bisa mengekspesikan dirinya dan tidak dapat pengembangkan diri lagi dengan
segala kesibukan yang dimilikinya mungkin juga menjadi penyebab di balik
bobroknya kualitas guru yang kita miliki. Membuat mereka kehabisan waktu dalam tugas-tugas
tersebut untuk mengembangkan diri lagi dan memenuhi standar yang telah
ditetapkan. Tetapi dengan fakta-fakta tersebut pemerintah juga tidak memiliki wewenang untuk memecat para PNS atau guru-guru hanya karena performanya yang kurang karena hanya ada dua sebab yang dapat menjadi alasan seorang pegawai PNS itu dipecat yaitu mengundurkan diri dengan sendirinya dan melakukan pelanggaran hukum etik atau
kriminal.
Pada bukunya Ki Hadjar Dewantara menuliskan
mengenai perbandingan antara keadaan seorang “juru didik” dengan seorang tukang
mengukir kayu. Seorang pengukir kayu wajib untuk mempunyai pengetahuan yang
dalam dan luas mengenai hakekatnya atau kedaan kayu, wajib bagi mereka untuk
mengetahui mana kayu-kayu yang keras dan tidak keras, yang boleh digunakan
mengukir dan yang halus atau kasar, begitu seterusnya. Seorang pengukir
haruslah mengerti tentang keindahan-keindahan ukiran untuk menghasilkan hasil
ukiran yang bagus, ketika ia memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam hal ini
maka tentulah ia akan menghasilkan ukiran yang bagus. Sama halnya dengan
Pendidikan karena pendidik itu sama dengan “mengukir” manusia, bagaimana bisa
seorang pendidik menghasilkan anak didik yang cemerlang jika pendidik tersebut
belum memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam bidangnya.
3. Rendahnya gaji guru dan ekonomi
pendidikan
Sekedar informasi "Data otoritas jasa
keuangan menyebut guru menjadi kelompok masyarakat yang paling banyak terjerat
pinjaman online menjadi salah satu indikator betapa dunia pendidikan di
Indonesia masih menghadapi persoalan serius. Tidak mungkin kita bisa
membayangkan kemajuan kualitas peserta didik jika sang pendidik masih berjibaku
dengan upaya mencukupi kebutuhan sehari- hari," ujar Ketua Komisi X DPR RI
Syaiful Huda, Senin (29/4/2023).
Ini bukan berarti bahwa guru-guru kita
tidak memiliki keahlian dalam mengelolah keuangan dengan baik tetapi lebih
tepatnya tidak ada yang bisa dikelolah they need more money. Pendidikan
tidak akan berkembang jika gaji guru dan gaji dosen masih serendah sekarang,
kalau kalian pernah dengar gaji guru honorer 200-300 itu benar, gaji dosen
mulai dari 1,2jt. Memaksa guru-guru untuk mencari pekerjaan sampingan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, nah ini berhubungan lagi dengan masalah sebelumnya
tentang guru yang tidak mengembangkan diri lagi yaitu menyelesaikan beban
administrasi ditambah lagi karena sibuk mencari pekerjaan sampingan guna menutupi
kurangnya gaji saat ini.
Saya sendiri sangat menyayangkan fakta
bahwa guru-guru kami banyak dari mereka yang terlibat pinjaman online
yang di mana telah selayaknya mereka hidup dengan segala kecukupan mengingat
jasa mereka mencerdaskan anak-anak bangsa kita terlihat bukan sesuatu hal yang
berharga di negara ini, lantas di mana kesempatan mereka untuk melakukan hobi
serta mengembangkan diri sepanjang mereka masih didera masalah keuangan yang
tiada hentinya.
Apa peran kita sebagai mahasiswa dalam hal
ini?
We are the agent of chance Kondisi ini memang diperlukan peran
mahasiswa sebagai kontribusi unjuk tombak perubahan. Mahasiswa dikenal memiliki
kematangan intelektual, kreatif, dan inovatif dalam membangun ilmu yang
didapakannya serta mengaplikasikannya ke masyarakat karena secara biologis
mahasiswa memiliki kondisi yang fresh untuk berpikir dan bertindak
secara fisik.
Yaitu belajar dan terus mengembangkan
wawasan, memberikan perhatian penuh terhadap pelajaran kita di kelas serta
tidak mencukupkan diri terhadap ilmu kejuruan yang sedang kita tekuni. Memanfaatkan
kemajuan teknologi di era revolusi industri 5.0 sebagai sarana peningkatan.
Maka dari itu peran dari mahasiswa dalam menjalankan fungsi mahasiswa untuk
membantu dan mengabdi kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan merupakan sebuah hal yang utama.
Maka mumpung kita ini masih di bangku
sebaiknya kita manfaatkan kesempatan ini untuk terus meningkatkan pengetahuan
kita. Kita semua sadar bahwa pelajaran itu tidak hanya bisa apa yang kita dapatkan
di dalam kelas, pelajaran yang bisa kita ambil di bangku kuliah tidak terbatas
apa yang kita dapatkan di kelas tetapi seluruh hal yang ada di lingkungan
tersebut.
Contohnya belajar bahasa Inggris, belajar
Bahasa ini dapat menjadi salah satu hal yang bisa kita lakukan karena seperti
yang dituliskan Ki Hadjar Dewantara pada bukunya yang diterbitkan oleh Majelis
Luhur Persatuan Taman Siswa bahwa dengan bahasa Belanda itu hanya alam Belanda
sajalah yang tebuka, akan tetapi dengan Bahasa Inggris terbukalah pintunya alam
dunia. Kita semua tentunya tidak mau bahasa menjadi penghalang kita dalam
menuntut ilmu, sehingga belajar bahasa ini bisa menjadi awal kita dalam
meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
🖉Cinta Febrianty Idham
.png)
Komentar
Posting Komentar