Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Ramadan yang diharapkan kedatangannya oleh seluruh kaum muslimin di penjuru dunia kini telah usai. Meninggalkan para pengejar pundi-pundi pahala serta ampunan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada umat manusia yang senantiasa beriman dan bertakwa kepada-Nya.
Bulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa, karena di dalamnya terdapat banyak kemuliaan. Umat muslim senantiasa berlomba-lomba memperbanyak ibadah kepada Rabbnya, mulai dari berpuasa, menghidupkan malam-malamnya dengan shalat tahajud, memperbanyak shalat sunnah, menghantamkan al-qur’an berkali-kali, memperbanyak sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya. Itu semua merupakan kebiasaan-kebiasaan mulia. Dimana Ketika hambanya mengerjakan kebiasaan-kebiasaan tersebut Allah lipat gandakan pahalannya di bulan tersebut.
Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah ramadan pergi meninggalkan kita? Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang biasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?
Jawabannya ada pada kisah berikut ini: Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313).
Imam Asy-Syibli pernah ditanya: Mana yang lebih utama, bulan Rajab atau bulan Sya’ban? Maka beliau menjawab: “Jadilah kamu seorang Rabbani (hamba Allah Ta’ala yang selalu beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan tempat), dan janganlah kamu menjadi seorang Sya’bani (orang yang hanya beribadah kepada-Nya di bulan Sya’ban atau bulan tertentu lainnya)” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313).
Inilah makna istikamah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal shaleh seorang hamba. Imam Ibnu Rajab berkata: “Sesungguhnya Allah jika Dia menerima amal (kebaikan) seorang hamba maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya tersebut untuk beramal shaleh setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka (ulama salaf).”
Oleh karena itu mari kita berdoa dan berharap kepada Allah subhanahu wata’ala agar memberikan taufik dan hidayahnya untuk tetap istikamah menjalankan kebaikan-kebaikan, bukan hanya di bulan Ramadan saja melainkan di bulan-bulan setelahnya hingga datangnya bulan Ramadan. Maka silahkan menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal kebaikannya atau malah sebaliknya.
✒️Imukn_
Mahasiswi STIBA Makassar Angkatan 2019

Komentar
Posting Komentar